Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Jumat, 26 Oktober 2012

sistem pertanian vertikultur


PENDAHULUAN

Semakin tahun jumlah penduduk dunia semakin meningkat pesat. Sehingga luas lahan yang tersedia dan dapat diolah untuk areal pertanian juga semakin terbatas. Bahkan tidak sedikit pula lahan pertanian yang telah beralih fungsi sesuai tuntutan zaman, seperti areal industri, perumahan dan gedung-gedung perkantoran. Hal ini tentu menjadi peluang untuk mengembangkan vertikultur secara intensif.
Istilah Vertikultur berasal dari bahasa Inggris yaitu vertical artinya lurus atau keatas dan culture artinya budaya, sehingga Vertikultur dapat diartikan sebagai sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Teknik budidaya ini tidak memerlukan lahan yang luas, bahkan dapat dilakukan pada rumah yang tidak memiliki pekarangan sekalipun. Pemanfaatan teknik vertikultur ini memungkinkan untuk berkebun dengan memanfaatkan tempat secara efisien. Dari segi estetika, tanaman yang ditanam secara vertikuktur dapat memberikan nilai keindahan bagi lingkungan sekitar areal penanaman vertikultur tersebut. Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di ladang. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan lebih efisien, artinya jumlah tanaman yang ditanam dalam sistem Vertikultur lebih banyak dibandingkan dengan cara konvensional meskipun luas lahan yang digunakan sama.
 Misalnya aneka tanaman hias yang memiliki warna-warni indah ditanam secara vertikultur. Dalam perkembangan selanjutnya, teknik vertikultur juga dimanfaatkan untuk bercocok tanam di pekarangan yang sempit bahkan tidak memiliki pekarangan sekali pun. Bercocok tanam secara vertikultur sebenarnya tidak berbeda dengan bercocok tanam di kebun maupun di ladang. Mungkin sekilas bercocok tanam secara vertikultur terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat sederhana. Tingkat kesulitannya tergantung dari model yang digunakan. Model yang sederhana, mudah diikuti dan dipraktekan. Bahkan bahan-bahan yang digunakan mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan oleh ibu-ibu rumah tangga.
. Seperti apa yang ada dalam pengertian, vertikultur pastinya mempunyai kelebihan dalam hal mengefisiensi penggunaan lahan karena y ang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan sistem konvensional, kemudian penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil, dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu,  mempermudah monitoring/pemeliharaan tanaman, dan  adanya atap plastik memberikan keuntungan mencegah kerusakan karena hujan,  menghemat biaya penyiraman karena atap plastik mengurangi penguapan. Wah pas sekali untuk kondisi sekolah kami yang semakin sempit karena bangunan baru dan pas untuk kondisi bumi kita yang sedang membutuhkan kehijauan.
Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Selain tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman hias.
 
TINJAUAN PUSTAKA



Pengertian Vertikultur Menyempitnya lahan –lahan pertanian ternyata bukan suaut halangan untuk mengusahakan buah dan sayur .Sistem vertikultur adalah jalan keluar.(haryanto,2007)

Di Indonesia, sistem pertanian vertikal baru dikembangkan sejak tahun 1987, sehingga apa yang dijelaskan ini sebagian besar sudah dilakukan pada kurun waktu itu. (agus,2010)

Vertikultur diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat.(temmy,2203)

Vertikulrure adalah cara bertanam dalam susunan vertikal keatas menuju ruang udara bebas, dengan menggunakan tempat media tumbuh yang disusun secara vertikal pula.(agus,2010)  

Sistem pertanian vertikultur sangat cocok diterapkan di areal perkotaan yang umumnya memiliki luas areal yang relatif sempit. Menurut Lakitan (1995) Vertikultur adalah sistem tanam di dalam pot yang disusun/dirakit horisontal dan vertikal atau bertingkat. Cara tanam ini sesuai diusahakan pada lahan terbatas atau halaman rumah.

Tujuan untuk memberikan solusi pemanfaatan okarangan rumah seoptimal mungkin agar dapt memenuhi sebagian kebutuhan pangan secara mandiri (Benny.2003)

Dalam pola tanam vertikultur  air hanya dibutuhkan bagi penguapan (transpirasi) tanaman.(lilies,2003)
Berdasarkan bentuk dan cara penempatan atau penyusunan tanaman, maka sistem bercocok tanam secara vertikultur dapat dibedakan menjadi 4 model antara lain:
1.Vertiding (Vertikultur di dinding
2. Vertikultur Gantung
3.Vertigar (Vertikultur di pagar)
4. Vertirak (Vertikultur di Rak)

Sistem tanam vertikultur sangat cocok diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit.Vertikulutr juga dapat diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat perumahan umum atau bahkan pada daerah perumahan umum atau bahkan pada pemungkinman di daerah padat yang tidak punya halaman sama sekai. Dengan metode vertikultur ini kita dapt memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Usaha tani secara komersial dapat dilakukan secara vertikultur apalagi kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan sendiri akan sayuran atau buah-buahan semusim (Noverita,2005)

Adapun jenis tanaman yang dipilih untuk ditanam secara vertikultur ini adalah tanaman buah stroberi dan sayuran selada. Tanaman yang dipilih adalah jenis tanaman yang dibutuhkan keluarga sehari-hari dan tanaman yang dapat memenuhi unsur keindahan mengingat yang dimanfaatkan adalah lahan pekarangan.( (Suandi,2011) 
 
Budidaya sayuran dengan metode vertikultur merupakan salah satu cara untuk melakukan efisiensi pemanfaatan lahan. Melalui cara ini para anggota kelompok dapat menanam beberapa jenis sayuran yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.

Sementara itu, limbah sayuran dicacah dan digunakan sebagai pakan ayam sehingga dapat menghemat biaya pakan.( Rosningsih,2010)

Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di ladang. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan lebih efisien, artinya jumlah tanaman yang ditanam dalam sistem Vertikultur lebih banyak dibandingkan dengan cara konvensional meskipun luas lahan yang digunakan sama. Adapun alasan diterapkannya sistem pertanian vertikultur antara lain:

(1) Efisiensi dalam penggunaan lahan artinya bisa dilaksanakan di lahan yang relatif sempit sekalipun.
 
(2) Pemakaian pupuk dan pestisida lebih efektif dan efisien, yaitu jumlah pupuk yang digunakan lebih hemat dan pupuk yang diberikan langsung dapat diserap oleh tanaman karena tersedia didalam media tanam diwadah yang relatif lebih kecil dibandingkan dikebun. Sedangkan dalam penggunaan pestisida jumlahnya lebih sedikit digunakan karena diaplikasikan langsung pada tanaman dan lebih tepat sasaran.

(3) Mudah dipindahkan untuk tanaman yang ditanam didalam pot, atau mudah diubah tata letaknya bagi tanaman yang diletakkan didalam rak.

(4) Lebih efektif dan efisien dalam hal perawatan seperti pengendalian Organisme pengganggu tanaman karena kemungkinan untuk tumbuh gulma ataupun munculnya serangan hama dan penyakit sangat kecil. Jika ada serangan hama lebih mudah dalam pengendaliannya.
 
(5) Dapat Memanfaatkan benda-benda yang tidak terpakai untuk membuat pot-pot tanaman seperti bekas kaleng cat, biskuit atau wadah plastik minyak pelumas, paralon bekas talang bekas, gelas air minum mineral, ember bekas serta dapat memakai kantung plastik jenis polybag
 
(6) Sebagai sarana untuk menyalurkan hobi bagi para hobiis karena dalam sistem pertanian vertikultur ini terdapat perpaduan antara seni dan ilmu serta teknologi terapan bidang pertanian

Sedangkan Kekurangannya adalah (1)rawan terhadap serangan jamur, karena kelembaban udara yang tinggi akibat tingginya populasi tanaman adanya atap plastik, (2)investasi awal cukup tinggi, (3)sistem penyiraman harus kontinyu atau berkelanjutan, jika dilakukan di pekarangan rumah (diluar bangunan bantuan) dan diperlukan beberapa peralatan tambahan, misalnya tangga sebagai alat Bantu penyiraman. Kelemahan petani di daerah adalah penyimpanan dan pengolahan hasil pascapanen. Seringkali pula mereka tidak melihat dan mempertimbangkan pemasarannya. Juga petani sering ikut-ikutan. Begitu harga cabai mahal, semuanya menanam cabai. Akibatnya, hasil panen melimpah, harga anjlok dan petani merugi. Sebelum menanam sesuatu sebaiknya dipertimbangkan dulu situasi pasar. Untuk petani yang sukses, langkah mereka justru mencari pasarnya terlebih dulu baru menanam apa yang dibutuhkan pasar.

Jenis tanaman adalah tanaman hias atau sayuran. Namun dalam perkembangannya sistem bercocok tanam secara vertikultur tidak hanya terbatas didalam pot saja. Ternyata bercocok tanam secara vertikultur dapat dilakukan di wadah lain seperti pipa paralon(PVC), ember plastik bekas wadah cat, talang air dan wadah lainnya yang dapat disesuaikan dengan jenis tanaman yang ditanam. Bentuk bangunan atau kerangka penanaman vertikultur dapat dimodifikasi atau dirancang menurut kreativitas dengan bentuk dan luas lahan yang tersedia.

Langkah – langkah Pengerjaan Budidaya Tanaman secara Vertikultur :
1.Memperhatikan kondisi lahan yang akan digunakan untuk budidaya tanaman (luas lahan)
 
2.Penyiapan wadah media tanam sesuai dengan kondisi yang ada (dapat berupa bambu, pipa paralon/PVC, talang air, pot plastic, kaleng bekas, polybag, plastik kresek, dll)

3. Pembuatan bangunan vertikultur

4. Penyiapan media tumbuh tanaman

5. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan wadah yang dipilih sebagai tempat penanaman. Ketiga faktor ini harus diperhitungkan jika dalam satu unit bangunan vertikultur dibudidayakan beberapa jenis tanaman sekaligus.

6. Teknik budidaya tanaman (Persemaian, Pembibitan, Pemeliharaan, Panen dan Pasca Panen)
Cara penanaman tergantung pada jenis tanamannya. Ada yang dapat ditanam langsung di wadah vertikultur, ada yang harus disemai dulu baru ditanam, dan ada yang harus disemai kemudian disapih dan baru ditanam di wadah. Pesemaian dibutuhkan oleh tanaman yang berbiji kecil, misalny a sawi, kubis, tomat, cabai, terong, lobak, selada dan wortel. Untuk tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dan membutuhkan perawatan yang agak khusus, misalnya paprika, cabai hot beauty atau cabai keriting dan tomat buah dilakukan cara penanaman y ang terakhir.

Sabtu, 20 Oktober 2012

identifikasi limbah dan penangganannya

PENDAHULUAN

Semua negara menginginkan suatu kehidupan yang makmur dan sejahtera secara adil dan merata bagi semua warga negara, tercukupi semua kebutuhan hidupnya. Keinginan-keinginan untuk mencapai kehidupan bernegara yang makmur dan sejahtera sering disebut dengan tujuan negara. Kedua tujuan negara ini hanya dapat dicapai dengan melalui suatu proses yang disebut dengan pembangunan nasional.

Salah satu dampak negatif pembangunan yang menonjol adalah timbulnya berbagai macam pencemaran, akibat penggunaan mesin-mesin dalam industri maupun mesin-mesin sebagai hasil produksi dari industri tersebut. Ada berbagai bentuk pencemaran, antara lain pencemaran udara yang diakibatkan oleh asap yang dihasilkan sisa pembakaran dari mesin, pencemaran air yang diakibatkan pembuangan sisa industri yang bersifat cair secara langsung tanpa melalui proses daur ulang, pencemaran tanah akibat sampah plastik yang tidak dapat diuraikan oleh tanah dan pencemaran suara dari suara mesin-mesin. Akibat semakin gencarnya para pengusaha berproduksi untuk memproduksi barang dalam jumlah yang sangat besar, maka semakin meningkat sisa pembakaran berupa gas CO, yang berbahaya bagi manusia juga bertambah jumlah, sisa produksi berupa bahan kimia yang berbahaya juga bertambah jumlahnya. Selain itu masyarakat yang mengkonsumsi produk tersebut akan membuang kemasannya dalam jumlah besar maka terjadilah pencemaran akumulasi dari berbagai bentuk pencemaran dalam suatu daerah.

Pencegahan pencemaran sumber daya alam seperti tanah dan air oleh air limbah dan persiapan yang memadai atau renovasi air limbah sebelum digunakan kembali, pertimbangan lebih penting dalam merumuskan dan merancang air limbah yang tepat pembuangan pengaturan. (Kumar,2010)
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang biasa dikenal dengan Limbah B3.
 
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah.



TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan limbah. Permasalahan limbah timbul karena tidak seimbangnya produksi limbah dengan pengolahannya dan semakin menurunnya daya dukung alam sebagai tempat pembuangan limbah.(Paramita ,2012)

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.

Limbah adalah suatu benda atau zat yang mengandung  berbagai bahan yang membahayakan kehidupan manusia,hewan serta mahkluk hidup lainnya.(Aryulina,2006)

Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya sekedar mengolahnya/ mendaur ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis limbah dan cara penangannanya klarena dari setiap limbah yang ada mempunyai cirri berbeda terhadap dampak yang ditimbulkanya

Limbah pertanian dapat berasal dari limbah hewan, pupuk, maupun pestisida. Pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok.
•    Jenis dan wujud  limbah pertanian
Berdasarkan jenis dan wujud limbah pertanian terutama limbah industri pertanian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
a. Limbah Padat
Bahan-bahan buangan baik dari limbah pra panen, limbah panen, limbah pasca panen dan limbah industri pertanian yang wujudnya padat. Limbah-limbah tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan tertentu akan menyebabkan / menimbulkan keadaan tidak higienis karena menarik serangga (lalat,kecoa) dan tikus yang seringkali merupakan pembawa berbagai jenis kuman penyakit. Limbah padat dapat diolah menjadi pupuk dan makanan ternak.
b. Limbah cair
Limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. .(Andiese,2011)

Air limbah yang mengandung bahan organik dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga bila dibuang ke badan air akan meningkatkan populasi mikroorganisme, sehingga akan menaikkan kadar BOD sedangkan sabun dan deterjen yang mengakibatkan naiknya pH air.(Andiese,2011)

Limbah cair umumnya mempunyai kandungan nitrogen yang rendah, BOD dan padatan tersuspensi tinggi dan langsung dengan proses dekomposisi cepat.Limbah cair mempunyai PH mendekati ntral dan selama penyimpanan PH bisa turun (Jennie,1993)
c. Limbah gas
Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat pengolahan hasil-hasil pertanian. Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan bahaya harus disalurkan lewat cerobong.
•    Sifat-sifat limbah pertanian
Karakter air limbah meliputi sifat-sifat fisika,kimia dan biologi.Dengan mengetahui jenis polutannya yang terdapat dalam air limbah dapt ditentukan unt proses yang dibutuhkan (Siregar,2005)
Sifat-sifat limbah cair industri pertanian dibedakan menjadi tiga bagian besar yaitu :
1). Sifat Fisik
2). Sifat Kimia
3). Sifat Biologis.
1.    Sifat Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika dan kejernihan serta bau dan warna dan juga temperatur.
Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut, tercampur. Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pemisahan air limbah dengan memperhatikan besar-kecilnya partikel yang terkandung di dalamnya. Dengan mengetahui besar-kecilnya partikel yang terkandung di dalam air akan memudahkan kita dalam memilih teknik pengendapan yang akan diterapkan sesuai dengan partikel yang ada di dalamnya.
2.    Sifat Kimia
            Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun.
Bahan-bahan organik yang umumnya terkandung pada limbah cair adalah karbohidrat, protein dan lemak.
3.  Sifat Biologis
Pemeriksaan biologis (mikroorganisme) di dalam limbah cair untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen dalam limbah cair supaya sebelum limbah cair dibuang ke perairan harus dilakukan perlakuan tertentu sampai bakteri-bakteri tersebut mati.

sisa tanaman dalam kelimpahan yang cukup di petani ' bidang di akhir musim tanam dan memainkan peranan penting dalam manajemen kesuburan tanah melalui mereka efek jangka pendek pada pasokan nutrisi dan longerterm kontribusi bahan organik tanah( Rezig,2012)

 Bentuk-Bentuk Limbah

Limbah mengandung bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat member kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dsb. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negative terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.  Berikut ini adalah karakteristik limbah :
1.    Karakteristik limbah :
•    berukuran mikro ataupun makro
•    dinamis
•    berdampak luas ( penyebarannya )
•    berdampak generasi panjang ( antar generasi )
2.   Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah
•    Volume limbah
•    kandungan bahan pencemar
•    Frekuensi pembuangan limbah
3.  Berdasarkan karakteristiknya, limbah industry dapat digolongkan menjadi 4 jenis:
•    limbah cair
•    limbah padat
•    limbah gas & partikel
•    limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun )
Diantara berbagai limbah diatas, jenis limbah B3 adalah limbah yang bersifat beracun atau berbahaya. Suatu limbah digolongkan menjadi limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung dpat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.  Sedangkan limbah beracun dapat digolongkan menjadi :
•    Limbah  mudah meledak, adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
•    Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
•    Limbah reaktif, adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

Pada dasarnya tingkat bahaya limbah radioaktif tidak berbeda dengan limbah berbahaya lainnya, yang membedakan adalah penyebab dan mekanisme terjadinya interaksi dengan target. Karakteristik bahaya dari limbah radioaktif adalah memancarkan radiasi yang dapat mengionisasi atau merusak target sehingga menjadi tidak stabil/disfungsi, sedangkan karakteristik bahaya dari limbah B3 antara lain: mudah meledak, mudak terbakar, beracun, reaktif, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif . Dalam pengelolaan limbah B3 dikenal konsep Cradle to Grave yaitu pengawasan terhadap limbah B3 dari sejak dihasilkan hingga penanganan akhir.(Alfian,2010)
•    Limbah beracun, adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
•    Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
•    Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosi baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:
a.    Gangguan Kesehatan:
•   Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong penularan infeksi;
•   Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;
b.    Menurunnya kualitas lingkungan
c.    Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah untuk dipandang mata;
d.    Terhambatnya pembangunan negara

Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi.

Di dalam pertaturan pemerintah no 18 Tahun 1999 tentang pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun yang dimaksud dengan limbah B3 adalah semua bahan baik padat cair ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat di miliki senyawa tersebut , limbah B3 terbagi atas dua macam yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik.(Setiawati,2007)

Mengurangi Limbah dalam Kehidupan Sehari-hari
1.    Reuse
Memanfaatkan ulang (reuse), yaitu menggunakan kembali barang bekas tanpa pengolahan bahan, untuk tujuan yang sama atau berbeda dari tujuan asalnya.
Contohnya, penggunaan bahan-bahan plastik / kertas bekas untuk benda-benda souvenir, bekas ban untuk tempat pot atau kursi taman, botol-botol minuman yang telah kosong diisi kembali dan sebagainya.
Mengingat karakteristik air limbah mentah dan persyaratan pembuangan atau reuse, air limbah biasanya membutuhkan beberapa jenis persiapan atau pengobatan sebelum diberikan cocok untuk pembuangan atau digunakan kembali.
2.    Recycle
Mengolah kembali (recycle), yaitu kegiatan yang memanfaatkan barang bekas dengan cara mengolah materinya untuk digunakan lebih lanjut. Contohnya, kertas atau sampah bekas, pecahan-pecahan gelas atau kaca, besi atau logam bekas dan sampah organik yang berasal dari dapur atau pasar dapat didaur ulang menjadi kompos (pupuk)
3.    Reduce
Mengurangi (reduce), adalah semua bentuk kegiatan atau perilaku yang dapat mengurangi produksi sampah. Misalnya, ibu-ibu rumah tangga kembali kepola lama yaitu membawa keranjang belanja ke pasar. Dengan demikian jumlah kantong plastik yang di bawa ke rumah akan berkurang (terreduksi).
4.    Replace
Menggantikan dengan bahan yang bisa dipakai ulang (replace), adalah upaya mengubah kebiasaan yang dapat mempercepat produksi sampah, terutama sampah yang mempunyai sifat sukar diolah dan berbahaya.
5.    Refill
Refill artinya mengisi kembali wadah-wadah produk yang dipakai.
6.    Repair
Repair artinya melakukan pemeliharaan atau perawatan agat tidak menambah produksi limbah.


DAFTAR PUSTAKA

Alfiyan,Mokhamad.Akhmad,Yus Rusdian.2010. Strategi Pengelolaan Limbah Radioaktif Di Indonesia Ditinjau Dari Konsep Cradle To Grave. Jurnal Teknologi Pengolahan Limbah. Vol: 13 (2)


Andiese,Vera Wim.2010. Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Dengan Metode Kolam
Oksidasi.Jurnal Infrasrktur.Vol :1(2)

Aryulina,Diah. Muslim,Choirul.2006.Biologi 1.Erlangga.Jakarta

Jenie,Betty Sri. Rahayu,Winiati.1993.Penanganan Limbah Industri Pangan .Kanisius : Jogyakarta

Kumar,Sundara K. Kumar,Sundara P. Ratnakanth,Babu.2010. Performance Evaluation Of Waste Water Treatment Plant. International Journal Of Engineering Science And Technology.Vol : 2(12)


Paramita,P.Shovitri, Maya. Kuswytasari.2012. Biodegradasi Limbah Organik Pasar Dengan
Menggunakan Mikroorganisme Alami Tangki Septik.Jurnal Sains danSeni ITS.VoL: (1)

Rezig,AMR. Elhadi EA.Mubarrak,AR.2012. Effect Of Incorporation Of Some Wastes On A
Wheat-Guar Rotation System On Soil Physical And Chemical Properties.International Journal Of Recycling Of Organic Waste In Agriculture.Vol: 1(1)

Setawati,Tetty.2007 .Biologi Interaktif.Azka Press:Jakarta

Sinegar,Sakti.2005.Instalasi Pengolahan Air Limbah.Kanisius: Yogyakarta

Rabu, 17 Oktober 2012

Budidaya tanaman kedelai pada tanah oxisol


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Peningkatan produksi pertanian terutama tanaman pangan merupakan tujuan utama dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan nasional. Adopsi teknologi pertanian telah tumbuh dan berkembang sejak tahun 1950, untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Salah satu faktor penghambat potensi produksi adalah kondisi tanah seperti bahan organik dan sifat kimia dan mineral tanah (Havlin, Beaton, Tisdale, Nelson, 1999). Oxisol adalah salah satu tanah bereaksi masam yang mengandung banyak sekali mineral P sekunder, seperti Al-P, Fe-P, dan oksida – hidroksida Fe/ Al karena tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut. Tanah oxisols sebagian besar terdapat pada daerah dengan ketinggian 400 sampai 1200 m dpl dengan bentuk wilayah berbukit sampai bergunung dan pada umumnya berlereng curam. pH tanah Oxisol termasuk rendah sehingga muatan positif mendominasi muatan koloid tanah. Muatan positif berperan dalam adsorpsi dan pertukaran anion pada patahan mineral. Pemupukan yang berat pada Oxisol menjadi masalah utama dalam mengelola tanah ini untuk produksi tanaman pangan. Pelepasan P (desorpsi P) dari P yang terjerap terjadi melalui pelarutan mineral P dan mineralisasi P-organik. Kandungan bahan organik Oxisol sangat rendah dan menjadi masalah yang memicu terjadinya sorpsi P yang lebih besar. Oleh karena itu penambahan bahan organik pada pengelolaan Oxisol perlu dilakukan.
 Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
 Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu: olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Sedangkan olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan dalam bentuk lecithin dibuat antara lain: margarin, kue, tinta, kosmetika, insectisida dan farmasi.
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5 - 300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 hingga 600 m dpl. Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000).
Melihat syarat tumbuh tanaman kedelai dan keadaan tanah oxisols, budidaya tanaman kedelai di tanah oxisols kurang tepat. Oleh karena itu, pada makalah ini kami membahas tentang pengelolaan tanah oxisols agar cocok untuk tanaman kedelai.

1.2  Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan budidaya tanaman kedelai pada lahan oxisols.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik serta memberikan produksi yang tinggi, maka dibutuhkan tanah-tanah yang mempunyai kesuburan fisika, kimia serta biologi tanah yang baik. Namun, untuk sekarang ini lahan di daerah tropis masih memiliki produktivitas yang rendah karena pengolahan yang intensif dan tanpa memperhatikan kaidah konservasi tanah-tanah yang mengalami degradasi fisika, kimia, dan biologi. Sementara kebutuhan akan pangan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Untuk memperluas areal pertanaman agar produksi meningkat maka saat ini banyak dipergunakan lahan-lahan yang mempunyai kesuburan marginal. Salah satu diantaranya yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman adalah tanah Oxisol (R. E. Putri, 2011).
Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dalam mengelompokkan tanah diperlukan sifat dan ciri tanah yang dapat diamati di lapangan dan di laboratorium. Sumberdaya lahan mencakup dua pengertian yaitu: Sumberdaya dapat diartikan sesuatu benda/bahan yang dapat dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya dapat berkonotasi waktu, tempat dan ekonomi. Sedangkan lahan (dari bahasa Sunda) = land, adalah bagian bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian tanah, lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan vegetasi yang menutupinya, yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (I. M. Mega, dkk., 2010).
Oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan banyak terdapat di daerah tropis atau sub tropis. Biasanya dijumpai pada permukaan tanah yang telah berumur tua atau tanah yang terbentuk dari bahan-bahan sedimen tua. Umumnya tanah oxisol berada pada kondisi iklim yang cukup basah untuk merombak hasil pelapukan yang menghasilkan konsentrasi residu sesquioksida dan mineral liat kaolinit. Konsep oxisol tidaklah semata-mata berdasarkan pada pertimbangan sifat kimia tanah, yang walaupun derajat pelapukan kimia yang ekstrim, tetapi juga dipengaruhi dari umur pelapukannya (M. Munir, 1996).
Tanah oxisol sebagian besar terdapat pada daerah dengan ketinggian 400 sampai 1200 m dpl dengan bentuk wilayah berbukit sampai bergunung yang umumnya berlereng curam. Kandungan bahan organik dan kesuburan tanah rendah serta peka terhadap erosi (Pusat Penelitian Tanah dalam Busyra B.S, 2000).
Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama yang menyehatkan karena mengandung protein tinggi dan memiliki kadar kolesterol yang rendah. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun baik sebagai bahan pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar (pabrikan) hingga skala kecil (rumah tangga) (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012).
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 oC. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar (Tim Penulis, 2011).
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi Tanah Oxisols.
Mengingat oxisol dicirikan oleh adanya horison oksik, tidak mempunyai horizon argilik atau spondik, maka dalam penentuan sifat fisik, kimia dan morfologi akan dititik beratkan pada sift-sifat horizon oksik sampai pada kedalaman 150 cm dari permukaan tanah
1.    Sifat-sifat Fisik
Tekstur oxisol sedang hingga halus, umumnya memiliki kandungan debu yang sangat rendah, rasio antara debu (berukuran 2 – 20 m) terhadap lempung/ liat pada suatu sampel tanah berada di bawah 0.15, walaupun oksida besi telah dihilangkan sebelum dilakukan penganalisaan terhadap ukuran partikel. Rendahnya kandungan debu ini disebabkan karena oxisol telah mengalami pelapukan lanjut sehingga memiliki mineral mudah lapuk yang rendah, di mana debu termasuk mineral yang masih mudah dilapuk.
Bulk density biasanya rendah, berkisar antara 1 hingga 1.3 gr/cm3, tergantung pada kandungan pasirnya, di mana ditentukan juga oleh volume pori yang dikandung. Sifat kemampuan menahan air relatif rendah jika dibandingkan dengan tanah lain yang memiliki kandungan liat yang sama (berarti mempunyai drainase yang baik). Bahkan banyak liat oxisol berperilaku seperti tanah yang memiliki tekstur pasir bila ditinjau dari kurva pF nya. Hal ini disebabkan karena mineral liat yang dikandung oxisol didominasi oleh tipe 1:1 (kaolin) yang mempunyai sifat menahan air yang lebih rendah dibanding dengan mineral liat tipe 2:1 (montmorilonit).
Kecepatan infiltrasi oxisol berlangsung relatif cepat jika dibanding dengan tanah yang mempunyai jenis mineral liat lain, sehingga hampir semua air yang dikandungnya pada tekanan air kurang dari 1 bar.
Keadaan seperti ini akan menjadi bermasalah pada daerah-daerah yang kurang hujan karena dapat menimbulkan keadaan kekeringan bagi tanaman yang berakar dangkal. Pada musim kemarau oxisol menunjukkan konsistensi tanah gembur.                         
2.    Sifat-sifat Kimia
Tanah oxisol mempunyai Kejenuhan Basa (KB) yang rendah, kandungan sesquioksida (Fe, Al dan Si oksida) yang tinggi serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah. Seperti diketahui bahwa oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berumur tua, sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa yang intensif pada bagian profil tanah. Pada beberapa great group dari oxisol (seperti eutraquox, eutrotorrox, dan lain-lain) mempunyai KB yang cukup tinggi pada kedalaman 125 cm (KB > 35 %). Sumber-sumber basa tersebut ada kemungkinan berasal dari lereng bagian atas yang merupakan tanah yang kaya akan unsur-unsur basa, seperti misalnya batu kapur.
Demikian juga halnya sebagai akibat dari pelapukan yang lanjut tersebut, terbentuk mineral liat tipe 1:1, yang mempunyai nilai KTK rendah. Rendahnya KTK juga dipengaruhi oleh rendahnya kandungan bahan organik yang secara umum terdapat pada oxisol. Adapun pada beberapa sub group dari oxisol yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi (≥/16 kg/m2 sampai kedalaman 100 cm), hal ini disebabkan karena adanya aktivitas vegetasi di permukaan tanah yang cukup tinggi, seperti misalnya wilayah bervegetasi hutan atau padang rumput.
Oxisol memiliki reaksi tanah yang sangat masam hingga netral. Oxisol pada great group acraquox, acrotorrox, acrustox, acroperox, acrudox, mempunyai pH (KCI) ≥/ 5. pH di sini merupakan bukan kemasaman aktual (yang dinyatakan dalam pH H2O), tetapi kemasaman cadangan yang lebih tinggi dari kemasaman aktual.
3.2 Keunggulan dan Kelemahan Tanah Oxisols
Di lihat dari kesuburan alami,tanah oxisol yang telah mengalami  pelapukan lanjut di daerah kering biasanya tidak digunakan dalam pengolahan tanah untuk pertanian jika tanah-tanh dari order lain masing tersedia dalam memenuhi kebutuhan pangan.Hal ini karena oxisol mempunyai sifat-sifat khusus dan perlu penanganan yang tepat dalam pengolahannya.Sifat –sifat tersebut meliputi  cadangan unsur hara yang sangat rendah,kesuburan alami sangat rendah, kemasaman aktual yang tinggi, dan permeabilitas tinggi bserta tahan terhadap erosi.
Meskipun secara kesuburan alami rendah ,oxisol merupakan cadangan tanah yang banyak jumlahnya dan masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Pemanfaatan oxisol di antaranya untuk perladangan, pertanian subsisten, pengembalan dengan intensitas rendah dan perkebunan yang intesif ,seperti perkebunan tebu , nanas ,pisang, kopi serta beberapa oxisol pada daerah basah digunakan untuk padi/sawah (Buol,1993)
Beberapa prinsip atau alternatif pengolahan oxisol dalam pemanfaatannya:
1) Permukaan tanah harus dalam kondisi tertutup oleh tanaman penutup tanah, Dlaam hal iniberarti pernukaan tanah tidak boleh gundul. Gundulnya permukaan tanah menywbabkan erosi, mengintensifkan pelapukan, terutama yang dipengaruhi oleh iklim serta curah hujan dapat mengakibatkan reduksi pada horizon oksik menjadi hidroksida bsi atau A1,sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia yang semakin menrun.
2) Jika untuk tanaman pangan termasuk  tebu pengolahan tidak hanya dilakukan pengmupukan an organik atau pengapuran tetapi  juga dibutuhkan adanya pemasukan bahan organik yang cukup besar untuk mempertahankan kondisi tanah.Tampa bahan organik dengan memperhatikan funsinya maka pertumbuhan tanaman tidak optimal,sehingga produksi rendah .Bahan organik dapat bersumber dari tempat lain tetapi dapat juga dari daerah setempat artinya sumber bahan organik berasal dari cover crop yang ditanam sebagai tanaman penutup.
3) Potensial untuk komiditi perkebunan dengan tetap adanya cover crop serta bahan organik dalam fungsinya untuk mempetahankan kelembaban di dalam tanah serta meningkatkan retensi terhadap air. Tanaman perkebunan mempunyai sistem perakaran yang dalam sehingga sedikit sekali pengaruhnya terhadap tanah,misalnya vanyak unsur- unsur hara yang diambil oleh tanaman berasal dari lapisan bawah profil.
4) Jika oxisol terdapat pada daerah yang agak tinggi dapat dihutankan(bila sebelumnya bukan hutan) untuk meningkatkan konservasi air,yaitu sebagai cadangan air bagi daerah-daerah di bawahnya serta bimasnya dapat menjadikan daur hara/mineral.
Tekstur oxisol adalah sedang hingga halus, strukturnya relatif baik untuk pertumbuhan tanaman, bulk density biasanya sedang-tinggi. keadaan ini menyebabkan oxisol mempunyai kemampuan menahan air yang rendah, infiltrasi berlangsung relatif cepat. Jika oxisol terdapat pada daerah yang mempunyai curah hujan rendah (daerah kering) maka besar pengaruhnya bagi pertumbuhan tanaman, terutama pada tanaman dengan sistem perakaran dangkal, karena tanaman akan mengalami stres air, walaupun secara struktur dapat mendukung dalam penetrasi akar terhadap tanah serta pori udara yang memadai.
   Karena oxisol merupakan tanah yang berumur tua dan telah mengalami pelapukan lanjut, maka tanah tersebut mempunyai sifat kimia yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah, kandungan unsur mikro/hara yang rendah, reaksi tanah yang sangat masam hingga netral, tingginya sesquioksida serta didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 (jika dibanding dengan mineral liat tipe lainnya). Keadaan ini menyebabkan pengelolaan yang tepat jika akan dimanfaatkan untuk pertanian, karena tidak hanya dilakukan penyediaan unsur hara yang diperlukan tanaman, tetapi juga upaya untuk memperbaiki sifat-sifat kimianya, di antaranya dengan pengapuran serta dengan pemberian bahan organik.

3.3 Pengolahan Tanah Oxisols untuk Budidaya Tanaman Kedelai
Permasalahan yang sering muncul pada pertanaman kedelai di tanah masam adalah kegagalan membentuk bintil akar (Lie, 1969) yang merupakan organ untuk menambat nitrogen udara. Hal ini seringmenjadikan kebutuhan nitrogen tanaman tidaktercukupi sehingga berakihat rendahnya hasil tanaman.Di samping itu kemasaman tanah sering diikuti oleh kekahatan unsur-unsur hara sepertiCa, Mg, K, P, Cu, Mo dan B serta keracunan Al, Fe dan Mn (Notohadiprawiro, 1983).
Untuk mengelola tanah oxisol perlu dilakukan modifikasi nilai ZPC agar menjadi lebih rendah. Apabila titik muatan nol tanah mnenurun maka muatan koloid tanah menjadi lebih negatif. Dengan perubahan titik muatan nol tersebut maka pola erapan fosfat di dalam tanah diharapkan juga akan berubah, sehingga pelepasan P lebih besar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bahan amelioran yang mampu meningkatkan muatan negatif ke dalam tanah, sehingga diharapkan ZPC lebih rendah dari pH aktual tanah (Uehara dan Gillman, 1981). Pemberian bahan – bahan yang mempunyai titik muatan nol rendah seperti bahan organik dapat menurunkan ZPC tanah (Van Ranst et al, 1998; Ali dan Sufardi, 1999).
Pupuk Kandang merupakan salah satu dari sekian banyak jenis pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti kandungan bahan organik, stabilitas agregat dan infiltrasi air.
Menurut McCalla (1975) pengaruh pupuk kandang terhadap tanah adalah:
1.        Memperbaiki kemampuan tanah menyimpan air
2.        Memperbaiki struktur tanah
3.        Meningkatkan kapasitas tukar kation
4.        Mempengaruhi kemantapan agregat tanah
5.        Menyediakan unsur – unsur hara yang dibutuhkan tanaman
6.        Menghasilkan banyak CO2 dan asam – asam organik yang membantu mineralisasi
7.        Menaikkan suhu tanah
Peranan pupuk kandang sebagai bahan organik dapat meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. Kapasitas Tukar Kation yang tinggi mampu memegang unsur inorganik yang diberikan dan meningkatkan daya sangga dari tanah, sehingga tanaman dapat terhindar dari beberapa tekanan seperti kemasaman tanah dan keracunan hara. Pupuk kandang juga meningkatkan daya sangga dari tanah, sehingga tanaman dapat terhindar dari beberapa tekanan seperti kemasaman tanah dan keracunan hara. Pupuk kandang juga meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara dan efisiensi penyerapan fosfat serta berperan sebagai komplek jerapan anion. Hasil penelitian Pratt dan Laag (1981) dan Klepper et al (1998) dalam Slattery et al (2002) menunjukkan bahwa pemberian kotoran sapi dalam jumlah besar (150 ton/ha) mampu meningkatkan P – tersedia pada tanah yang memiliki serapan P yang tinggi.
Ali dan Sufardi (1999) meunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sampai taraf 8 ton/ha dapat menurunkan status titik muatan nol yang diikuti oleh meningkatnya pH- H2O, jumlah muatan negatif dan KTK setelah 45 hari inkubasi. Selanjutnya Ali dan Sufardi melaporkan bahwa pemberian pupuk kandang juga meningkatkan serapan hara N dan P serta produksi tanaman kedelai.



BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan antara lain :
1.        Oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan banyak terdapat di daerah tropis atau sub tropis.
2.         Sifat fisik tanah oxisols antara lain adalah Tekstur oxisol sedang hingga halus, umumnya memiliki kandungan debu yang sangat rendah, rasio antara debu (berukuran 2 – 20 m), bulk density biasanya rendah, berkisar antara 1 hingga 1.3 gr/cm3 , kecepatan infiltrasi oxisol berlangsung relatif cepat. Sedangkan sifat kimiany antara lain tanah oxisol mempunyai Kejenuhan Basa (KB) yang rendah, kandungan sesquioksida (Fe, Al dan Si oksida) yang tinggi serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah.
3.         Keunggulan dari tanah oxisols adalah oxisol merupakan cadangan tanah yang banyak jumlahnya dan masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Sedangkan kekurangannya dalah oxisol mempunyai kemampuan menahan air yang rendah, infiltrasi berlangsung relatif cepat, mempunyai sifat kimia yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah, kandungan unsur mikro/hara yang rendah, reaksi tanah yang sangat masam hingga netral, tingginya sesquioksida serta didominasi oleh mineral liat tipe 1:1.
4.         Budidaya tanaman kedelai pada lahan oksisol membutuhkan teknik pengolahan tanah yang baik seperti irigasi menggunakan teknik tetes dan sprinkler serta pemberian pupuk kandang untuk perbaikan nutrisi.

5.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan lahan oxisols untuk budidaya tanaman pangan khususnya kedelai dengan tetap memperhatikan lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, S. A dan Sufardi. 1999. Pengaruh Beberapa Amandemen Tanah Terhadap Muatan Koloid dan Sifat Fisikokimia Tanah Typic Haplohumults (ultisols). Tanah Tropika (12): 169-177

Busyra. 2000. Pengaruh Cara Pengelolaan Lahan terhadap Perubahan Sifat-Sifat Tanah Oxisol dan Hasil Kedelai di Das Singkarak. Stigma Volume 8 (3): 200-204.

Damanik, Zafrullah. 2005. Pengaruh Bahan Gambut dan Pupuk Kandang Terhadap Ciri Kimia tanah oxisol pelaihari serta pertumbuhan jagung (Zea mays). Institut Pertanian Bogor

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Tanaman Kedelai.

Mega, I. M., dkk.2010. Buku Ajar Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya).

Putri, R.E. 2011. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Limbah Cair Kelapa Sawit terhadap Beberapa Sifat Tanah Oxisol dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merril). Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.

Tim Penulis. 2011. Kedelai (Glycine max L). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan