Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Selasa, 21 Januari 2014

pembibitan kelapa sawit

BAB.1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting penghasil minyak  masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel) dan berbagai jenis  turunannya seperti minyak alkohol, margarin, lilin, sabun, industri kosmetika,  industri baja, kawat, radio, kulit, dan industri farmasi. Sisa pengolahannya dapat dimanfaatkan menjadi kompos dan campuran pakan ternak
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid alami yang paling besar.  Kadar karotenoid dalam minyak sawit yang belum dimurnikan berkisar antara  500-700 ppm dan lebih dari 80%-nya adalah α dan β karoten. Dilihat dari kadar  aktivitas provitamin A, kadar karotenoid minyak sawit mempunyai aktivitas 10 kali lebih besar dibanding wortel dan 300 kali lebih besar dibanding tomat
   Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun 1969. Pada saat itu luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 hektar dengan total produksi minyak sawit mentah(CPO dan KPO) 189 .000 ton per tahun.pada tahun 1988 luas areal perkebunan kelapa sawit bertambah menjadi 862.859 hektar dengan produksi CPO sebanyak 1.713.000 ton,pada tahun 1995 luas nya mencapai 2.025 juta hektar,terdiri dari 656 ribu hektar perkebunan rakyat (33%),404 ribu hektar perkebunan negara/PTPN(20%),dan 962 ribu hektar perkebunan besar swasta Nasional(47%),dengan total produksi minyak kelapa sawit 4.480.000 ton.angka ini di perkirakan akan terus meningkat seiring semakin banyak nya investor yang menanamkan modal secara besar-besaran pada perkebunan kelapa sawit di Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan,dan kawasan tengah maupun Timur Indonesia.
Kebutuhan akan ketersediaan bibit kelapa sawit berkualitas dengan  kuantitas yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan  penduduk dunia akan minyak sawit. Perawatan bibit yang baik di pembibitan awal  dan pembibitan utama melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan salah satu upaya untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa  sawit

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pemeliharaan pembibitan main nursery pada kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui teknik pemindahan kelapa sawit dari main nursery ke lapang.
















BAB.2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
           Sejak pertengahan 2000, kelapa sawit telah menyusul kacang kedelai menjadi tanaman minyak yang paling penting di dunia.  Produksi minyak sawit terutama didukung oleh penanaman intensif selama dua dekade terakhir di Malaysia dan Indonesia yang sejauh dua utama produsen minyak sawit (Frank,2013).  Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Masa umur ekonomis kelapa sawit yang cukup lama sejak mulai tanaman mulai menghasilkan, yaitu sekitar 25 tahun menjadikan jangka waktu perolehan manfaat dari investasi di sektor ini menjadi salah satu pertimbangan yang ikut menentukan bagi kalangan dunia (Krisnohardi,2011).
bahan tanam utama biasanya pada kelapa sawit adalah Tenera, ia memiliki banyak varietas. Hal ini bisa terjadi karena Pisifera dan dura. Jenis mungkin asal yang berbeda, genetik dan kriteria seleksi. Itu berbagai jenis dura dan Pisifera dapat mempengaruhi varietas Tenera selama proses hibrida (Hazir,2011). Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya

2.2 Syarat Tumbuh
            Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Minyak sawit ditanam sebagai industri tanaman perkebunan, sering (terutama di Indonesia) pada hutan hujan baru dibersihkan atau hutan rawa gambut bukan pada lahan yang sudah terdegradasi atau bekas lahan pertanian (Mukherjee,2009).

2.3 Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan bertujuan untuk mempersiapkan bibit saiap tanam. Pembibitan harus sudah dipersiapkan sekitar 1 tahun sebelum penanaman di lapangan agara bibit yang di tanam memenuhi syarat baik umur maupun ukurannya (Setyamidjaja,2006). Pemilihan bibit sangat penting. Perusahaan harus memilih bibit unggul agar produktivitas dan kualitas tanaman kelapa sawit tinggi (Pardamean,2008). Pembibitan tanaman kelapa sawit dilakukan dengan sistem dua tahap yaitu pembibitan awal (Prenursery) dan pembibitan utama (Main nursery) (Sastrosayono, 2010).
·         Pembibitan Awal (Pre nursery)
      Persiapan pembibitan akan menentukan sistem pembibitan yang aka dipakai dengan melihat keuntungan dan kerugian komprehensif (Pahan, 2008).  Membuat  naungan dengan tinggi + 1,8 – 2 m. Setelah itu bedengan dibuat dengan ukuran panjang 10 m dan lebar 1,2 m, sedangkan jarak antar bedengan adalah 0,5 m. Dalam 1 bedengan bisa memuat polybag sebanyak 1200 polybag. Kemudian, polybag kecil yang berukuran 15 x 20 cm dengan tebal 0,07 mm disiapkan. Lalu media tanah disiapkan dengan pupuk yang digunakan.
 Pengisian tanah dilakukan 1 bulan sebelum kecambah ditanam. Semua polybag yang sudah diisi kemudian disusun ke dalam bedengan. Kemudian benih ditanam satu persatu ke dalam polybag dengan sebelumnya benih di seleksi dan polybag disiram terlebih dahulu. Benih ditanam dengan posisi radikula pada bagian bawah dan plumula pada bagian atas. Lahan pre nursery ini harus dipelihara selama 3 bulan agar bibit menjadi sehat dan subur. Setelah ditanam, polybag diberi mulsa tangkos (sabut buah kelapa sawit) dengan tujuan agar air siraman atau air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah dalam polybag serta untuk menjaga kelembapan tanah (Kasno,2011). Pemeliharaan pada tahap ini adalah penyiraman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit.
1. Perlakuan Penyiraman dan Penyiangan
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari dengan volume siraman 150 cc/polybag. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Namun, apabila turun hujan pada hari itu juga dan curah hujan mencapai diatas 8 mm, maka keesokan harinya tidak dilakukan penyiraman selama 1 hari penuh dan apabila curah hujannya hanya mencapai 4 mm maka penyiraman dilakukan sekali saja pada pagi hari atau sore hari. Peranan air pada tanaman sebagai pelarut berbagai senyawa molekul organik (unsur hara) dari dalam tanah kedalam tanaman, transportasi fotosintat dari sumber (source) ke limbung (sink), menjaga turgiditas sel diantaranya dalam pembesaran sel dan membukanya stomata, sebagai penyusun utama dari protoplasma serta pengatur suhu bagi tanaman (Maryani, 2012).
Penyiangan yaitu membersihkan gulma – gulma yang ada di dalam polybag dan diluar polybag dengan cara manual, yaitu dengan rotasi kerja 2 kali dalam 1 bulan.
2. Perlakuan Pemupukan
Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah, Semakin besar respon tanaman, semakin banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi (Arsyad,2012). Penggunaan pupuk anorganik di pembibitan sangat dianjurkan pada pembibitan tanaman tahunan seperti kelapa sawit, dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu bibit kelapa sawit (Jannah, 2012). Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupuk N dalam bentuk cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter air untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan melalui daun dengan cara disemprot pada bibit berumur lebih dari satu bulan atau telah memiliki tiga helai daun.
Frekuensi pemupukan dilakukan seminggu sekali. Pemberian pupuk pada tanaman kelapa sawit pasca genangan sangat diperlukan, mengingat berkurangnya ketersediaan unsur hara akibat genangan tersebut. Pemberian pupuk biasanya dirancang untuk mengoptimumkan efisiensi penggunaan pupuk (Dewi, 2009).
3. Perlakuan Proteksi dan Seleksi
Serangan hama dan penyakit selama di prenursery  biasanya belum ada. Jika ada, dapat diberantas dengan diambil  menggunakan tangan (hand picking). Serangan penyakit yang berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida dengan dosis sesuai yang dianjurkan.  Penyakit saat ini yang paling lazim dan menghancurkan penyakit dalam budidaya kelapa sawit (Azahar, 2010).   Kemudian seleksi atau thinning out (TO) bibit disini adalah membuang bibit yang mati atau tidak normal atau juga terserang hama dan penyakit sehingga tidak menular ke bibit yang lain. Sekaligus dilakukan sebelum transplanting bibit main nursery.
4. Pengangkutan Bibit
Pengangkutan atau pengiriman bibit dari dari prenursery ke main nursery dengan memasukkan babybag ke dalam peti kayu berukuran 66,5 x 42 x 27,5 cm. Setiap peti kayu dapat memuat 35 bibit. Pengangkutan harus berhati-hati dan bibit harus segera ditanam dimain nursery.
·         Pembibitan Main Nursery
Pemilihan lokasi main nursery merupakan faktor yang sangat penting. Lokasi yang tepat akan memudahkan pekerjaan di pembibitan dalam menghasilkan bibit yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Kriteria lokasi pembibitan main nursey  yaitu letak pre nursery dekat dengan main nursery, areal harus rata, dekat dengan sumber air dan bebas dari hama penyakit.
Setelah lokasi pembibitan diperoleh, maka bahan – bahan untuk media tanam harus disiapkan, yaitu penyiapan tanah yang berasal dari lapisan top soil. Kemudian tanah diayak menggunakan ayakan dari kawat agar tanah bersih dari kotoran seperti batu atau bekas akar. Lalu tanah dicampur dengan pupuk RP sebanyak 5 kg/ton tanah.
Kemudian polybag berukuran 45 x 50 cm dan tebal 0,2 mm disediakan dan dilubangi sebanyak 60 – 80 lubang. Polybag lalu diisi tanah tadi hingga setengah polybag, dipadatkan dan setelah itu diisi hingga penuh dan sisakan + 2 cm dari bibir polybag. Setelah itu, areal sebelumnya harus telah dipancang menggunakan jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau segitiga sama sisi. Jarak antar barisan 0.867 x 90 cm = 77,9 cm (78 cm) atau menyesuaikan dengan luas areal. Pancang lurus ke semua arah, bertujuan untuk keseimbangan pertumbuhan dan kemudahan pemeliharaan. Tiap petak disusun 5 baris polybag dan per barisnya 40 atau 50 bibit. Antara 2 petak dipisah dengan membuang barisan ke 6 dan kelipatannya.
Pemindahan bibit dari pre nursery ke main nursery dilakukan saat bibit berumur antara bulan yaitu pada saat bibit berdaun 2 – 3 helai. Bibit yang dipindah lebih dahulu diseleksi. Pengangkutan bibit menggunakan kotak papan yang memuat 30 – 35 polybag. Sehari sebelum dipindahkan (transplanting) ke polybag besar, bibit daripre nursey harus disiram terlebih dahulu. Pembibitan di main nursery ini juga membutuhkan pemeliharaan yang meliputi sebagai berikut.
1. Perlakuan Penyiraman dan Penyiangan
            Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara menusukkan sepotong kayu. Penyiangan lahan pembibitan(diluar polibag) dilaksanakan secaraclean weeding, yakni menggunakan garuk. Rotasi penyiangan 20-30 hari, tergantung dari pertumbuhan gulma.
2. Perlakuan Pemupukan
Biaya pupuk dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara intensif sekitar 50-70% dari biaya pemeliharaan dan 25% dari seluruh biaya produksi (Kasno,2011). Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Dimain nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg). 
3. Pemberian Mulsa
              Pemberian mulsa adalah pemberian penutup tanah pada polybag. Pemberian mulsa ini brfungsi untuk mengurangi penguapan, menekan pertumbuhan gulma dan mencegah terkikisnya tanah pada polybag akibat percikan air saat penyiraman ataupun air hujan. Mulsa berupa tandan kosong sawit dan setiap polybag membutuhkan 500 gr mulsa yang diletakkan di sekeliling permukaan polybag.
4. Pengendalian Hama dan Penyakit
            Hama yang sering menyerang di pembibitan main nursery adalah hama ulat, seperti ulat kantong. Pengendalian menggunakan Sevin 85 ES dengan konsentrasi 2 gr/liter air. Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bercak daun dan dikendalikan dengan menggunakan Dithane M 45 dengan konsentrasi 1 gr/liter air dengan rotasi 2 kali sebulan.
5. Perlakuan Seleksi
Seleksi atau Thinning Out (TO) dilakukan berdasarkan ukuran pertumbuhan dan kondisi tanamannya. Pada kegiatan seleksi bibit, ciri-ciri bibit yang jelek adalah bibit kerdil, daun bergulung, anak daun rapat dan pendek karena teserang hama atau penyakit. Bibit seperti inilah yang harus di buang
6. Pengangkutan Bibit

Pengangkutan bibit harus dapat menjamin bibit tidak rusak dan tidak layu karena terkena panas atau angin kencang. Proses pengangkutan bibit dari lokasi pembibitan main nursery ke lokasi penanaman dapat berjalan efisien melalui pembagian tugas. Pekerjaan berikut ini seharusnya dibebankan kepada tenaga kerja yang terpisah.

pengolahan karet

   BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman karet sendiri baru di introduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak di kembangkan pertama kalinya, luas arealperkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari total areal perkebunan karet di Indonesia tersebut 84,5% diantaranya merupakan kebun milik rakyat 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% yang merupakan milik negara
Dengan areal perkebunan karet terluas didunia tersebut Indonesia bersama dua Negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak abad 1920-an sampai sekarang merupakan pemasokan karet utama dunia. Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi pada tahun 1926 sampai menjelang perang dunia II ketika itu Indonesia merupakan pemasokan karet alam terkemuka dipasar internasional.
Dari begitu besarnya fakta dan potensi karet yang telah dijelaskan diatas diatas, sangatlah sayang jika kita tidak memanfaatkan sumber daya karet tersebut. Dengan modal yang bisa dikatakan cukup besar maka bukan mustahil karet bisa menjadi sumber pemasukan negara. Seiring dengan berjalannya waktu, belakangan ini industri karet dirasa cukup berkembang pesat. Melihat begitu besarnya potensi yang dapat dilakukan terhadap industri tersebut, telah membuka mata para investor untuk ikut serta bergerak di industri karet.
Karet yang merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta samasama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut.

1.2  Tujuan
1.        Memberikan wahana aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2.        Memberikan pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi teknologi budidaya karet dan pengolahan hasil tanaman karet.








BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet
Karet merupakan komodaitas pertanian yang erat hubungannya dengan kebutahan sehari-hari manusia. Dapat kita lihat dan rasakan olahan karet yang yang memberikan bayak manfaat, misalkan ban, sandal, peratan otomotif, mainan dan lain-lain. Anwar (2006) dalam Benny (2013), menjelaskan bahwa saat ini, karet telah meluas di berbagai wilayah dunia termasuk telah dikembangkan di Asia Tenggara karena faktor lingkungan yang memiliki syarat tumbuh yang memadai. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu produktivitas, serta kualitas produk yang masih rendah (Ekpete, 2011). Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sedangkan perkebunan karet rakyat dimulai sekitar tahun 1904 -1910 (Hamidah, 2008).
Terdapat dua jenis karat yaitu karet sintesis dan karet alami, karet sintetis adalah karet yang memerlukan minyak mentah dalam proses pembentukannya sedangkan kerat alami diperoleh langsung dari tanaman karet, kualiat karet terletak pada daya tangan terhadap panas, keretakan dan elastisitany. Beberapa manfaat dalam pembangunan tanaman karet adalah : 1) Pohon karet memberikan hasil sadapan harian selama 25 tahun tanpa berhenti, 2) Selain menghasilkan elastomer yang sangat dibutuhkan dunia, pohon karet juga menghasilkan kayu unggulan di akhir masa sadapan, 3) pohon karet memberikan banyak manfaat pelestarian lingkungan seperti cadangan air dan konservasil. Karet mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Awal mulanya karet hanya hidup di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet di Asia Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. saat ini, negara-negara Asia menghasilkan 93% produksi karet alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia, dan Malaysia.
Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari 5000 hingga 10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan pertama bersifat trans dan selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung pada lateks pohon penghasilnya. Pada suhu normal, karet tidak berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Penurunan suhu akan mengembalikan keadaan mengembang ini. Inilah alasan mengapa karet bersifat elastic. klasifikasi tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah sebagai berikut :
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Euphorbiales
Family             : Euphorbiaceae
Genus              : Hevea
Spesies            : Brasiliensis
Nama ilmiah    : Hevea brasiliensis Muell Arg.

2.2 Klasifikasi Karet
Karet merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia. Komoditas ini di-budidayakan relatif lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Tanaman ini di introduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah men-capai 3.262.291 hektar. Dari total area perkebunan di Indonesia tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4% milik swasta, dan hanya 7,1% merupakan milik negara (Nasaruddin dan Maulana, D, 2009). Peningkatan kualitas karet harus dirasakan dampaknya oleh petani berupa nilai tambah pendapatan dengan meningkatnya kualitas bahan olahan karet (bokar) yang diproduksinya (Sania, dkk, 2013).
a. Jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
·        Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet hevea brasiliensis. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet.
b. Karet alam konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Sementara koagulum lapangan, yakni lateks yang membeku secara alami selanjutnya hanya dapat diolah menjadi jenis karet padat yakni antara lain jenis mutu SIR10, SIR 20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades) (Quan, et al, 2008). Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut :
1.    Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
2.    White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal dan tipis.
3.    Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau estate.
4.    Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.
5.    Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang.
6.        Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau kebun rakyat yang baik mutunya.
7.        Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum di olah,termasuk scrap tanah yang berwarna hitam (Setiawan,2010).
8.        Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa pemotongan RSS. Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan.
9.        Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat melelui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek.
·         Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara partikel karet dan serum (Setyamidjaja,2000). Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Lateks mengandung beragam jenis protein karena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim yang berperan dalam sintesis molekul karet. Sebagian protein hilang sewaktu pemekatan lateks yaitu karena pengendapan yang terbuang dalam lateks skim. Protein yang tersisa dalam lateks pekat kurang lebih adalah 1% terhadap berat lateks dan terdistribusi pada permukaan karet (60%) dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam serum lateks pekat tersebut (Alhasan, et al. 2010).
Untuk membantu meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis adalah dengan meningkatkan produktivitas karet, penurunan biaya produksi, peningkatan mutu dan penyajian promosi yang tepat, serta memperbaiki sistem sadap (Okoma, et al, 2011).  Karakterisasi lateks pekat dilakukan untuk mengetahui kondisi lateks pekat, karena sebagai bahan alam, komposisi hidrokarbon karet dan bahan-bahan lain dalam lateks pekat selalu mengalami perubahan tergantung musim, cuaca, kondisi penyadapan, kondisi tanah, dan tanaman. Lateks pekat yang dihasilkan dari pemusingan lateks kebun (Palupi, dkk, 2008).
·         Karet bongkah (block rubber)
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela denga ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
·         Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku pada jenis ini. Karet mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32oF karena terjadi koagulasi.(Goutara, dkk: 1985)
·         Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
·         Karet reklim (reclaimed rubber)
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya boleh dibilang karet reklim dalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak dipakai sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik.

2.3 Jenis Karet Sintetis
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Biasanya karet sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas. Jenis karet sintetis diantaranya adalah:
1.    SBR (styrene butadiene rubber)
            Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisir karet alam.
2.    BR (butadiene rubber)
            Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.
3.    IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber
            Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. Dapat dikatakan bahwa sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.
4.    IIR (isobutene isoprene rubber)
            IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. IIR yang divulkanisir dengan damar fenolik menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan.
5.    NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile buatadiene rubber
            NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril didalamnya. Semakin besar kandungan akrilonitril yang dimiliki maka daya tahan terhadap minyak, lemak dan bensin semakin tinggi tetapi elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi. Cara mengatasinya dengan memilih NBR yang memiliki viskositas awal yang sesuai dengan keinginan. NBR memerlukan pula penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester.
6.    CR (chloroprene rubber)
            CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya masih kalah. CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik.
7.    EPR (ethylene propylene rubber)
            Ethylene propylene rubber sering disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. Pada proses vulkanisasinya dapat ditambahkan belerang. Adapun bahan pengisi dan bahan pelunak yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh terhadap daya tahan. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

2.4 Proses Industri Karet dan Lateks
Tahap-tahapan pengolahan Crumb Rubber sehingga dapat digunakan yaitu meliputi sebagai berikut :
·         Peremahan
Komponen yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam granulator. Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat yang dihasilkan oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan kematangan remah yang sempurna.
·         Pengeringan
Komponen yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer selama 3 jam. Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122oC untuk bahan baku kompo dan 110oC untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer dibawah 40oC. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.
·         Pengepresan
Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam kemasan SW dan 33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan menggunakan mesin press bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm.
·         Pembungkusan dan Pengepakan
Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas kontaminan lain. Setelah produk dipress, kemudian disimpan diatas meja alumunium untuk penyortiran dengan menggunakan pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik transparan tebal 0,03 mm dan titik leleh 108oC. Bandela yang telah dibungkus, kemudian dimasukkan dalam peti kemas dengan susunan saling mengunci.