BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam tanaman yang tersebar
luas diseluruh penjuru kota dan memiliki berakena ragam jenis tanaman mulai
dari tanaman pangan, hortikultura, hias dan obat-obatan, sehingga penting dan
perlunya untuk dilestarikan. Pelestarian dapat dilakukan degan penggunaan benih
yang bermutu dan tersertifikasi dan pemanfaatan teknologi dalam menghasilkan
benih baru yang berkulalitas dan bermutu, Benih yaitu symbol dari suatu
permulaan. Di Dalam benih tersimpan sumber kehidupan Yang misterius sebuah
tanaman mini. Benih Merupakan inti dari kehidupan di alam karena Kegunaannya
sebagai penerus dari generasi tanaman
Benih
merupakan kebutuhan dalam dunia pertanian tanpa adanya benih pertanian tidak
akan berjalan dengan baik. Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan tentang
metode untukmemperbaiki serta mempertahankan sifatsifat genetik dan fisik
benih. Ini meliputi kegiatan pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan
varietas, produksi benih, pengelolaan benih, penyimpanan benih, pengujian benih
serta sertifikasi benih. Benih dibutuhkan untuk menghasilkan tanaman yang baik
dengan produksi yang tinggi. Untuk itu diperlukan benih yang bermutu tinggi.
Benih yang bermutu dapat dilihat dari benih yang utuh, bersih, vigornya tinggi
dan tidak terserang hama dan penyakit. Benih yang bermutu dapat dihasilkan
dengan cara melakukan pengujian. Pengujian berguna untuk mengetahui tingkat
viabilitas pada benih. Kepastian mutu suatu kelompok benih yang diedarkan dan
digunakan untuk penanaman sangat diperlukan untuk menjamin baik pengguna,
pengedar, maupun pengada.
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu
secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible)
akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan
atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya
berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan
kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim
yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.
Salah satu cara untuk mengatasi kemunduran benih adalah
priming. Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan
osmotikum (disebut osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan
bahan padatan lembab (disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik
tersebut merupakan suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor
dalam spektrum yang luas yang juga efektif untuk kondisi tercekam.
1.2
Tujuan
Mengetahui pengaruh beberapa perlakuan priming terhadap viabilitas benih
yang telah mengalami kemunduran dengan cara pengusangan.
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Benih
Benih merupakan input yang penting dalam proses
produksi tanaman. Kualitas benih sangat berpengaruh terhadap penampilan dan
hasil tanaman. Benih merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu
keberhasilan usaha tani sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar
dapat tersedia dengan baik dan terjangkau oleh petani. Selanjutnya pengertian benih dijelaskan oleh Pitojo
(2003), benih merupakan biji yang digunakan untuk perbanyakan tanaman. Benih
yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman harus memiliki fisik yang baik
yakni biji yang utuh memiliki lembaga, endosperm, cadangan makanan, dan kulit
biji. Penggunaan benih bermutu
dari varietas unggul sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi
(Lesilolo,2012).
Kadar air benih karena keadaan yang higroskopisitu tergantung pada
kelembaban relatif dan suhu udara lingkungansekitarnya (Aak, 1983). Hal ini
sejalan dengan Rinaldi (2009), bahwa benih bersifat
higroskopis dan kadar airnya selalu berkeseimbangan dengan kelembaban nisbi di
sekitarnya. Sebelum
benih diedarkan ke masyarakat diperlukan analisis benih dengan membawa benih ke
laboratorium untuk mengetahui kekeuatan benih dan daya kecambah benih sehingga
benih dapat diedarkan dan dimanfaatkan oleh petani. Apabila benih tidak ditunjang dengan kemurnian
dan mutu yang tinggi maka gagal panen dapat dimungkingkan akan terjadi.
Sehingga penggunaan benih diharapkan dari benih yang tersertifikasi.
Kualitas benih sangatlah penting dan harus diperhatikan
karena hal ini akan berkaitan dengan kemurnian benih. Penanaman benih hibrida
yang berkualitas genetik yang tidak benar akan penurunan produktivitas. Menurut Hipi (2013), bahwa menanam
benih hibrida yang berkualitas genetik yang tidak benar akan penurunan
produktivitas. Penentuan kualitas benih dan kelangsungan hidup
menunjukkan apa yang banyak benih dapat ditempatkan ke pasar, dan untuk alasan bahwa
sangat penting untuk memiliki metode yang handal dan tes untuk menjadi
digunakan untuk kualitas benih dan bibit pengujian vigor (Milosevic, 2010).
2.2
Mutu Benih
Benih yang
bermutu ditentukan oleh kondisi benih dan asal benih. Asal benih berhubungan
dengan faktor genetik dan karakteristik tempat tumbuh populasi benih (Nugroho, 2011).
Menurut
Milich (2012), menyatakan bahwa viabilitas benih juga dipengaruhi oleh adanya
temperature yang sesuai sehingga benih mampu berkecambah dengan baik. Menurut
Ali (2011), menyatakan bahwa benih dorman merupakan properti benih bawaan yang
mendefinisikan kondisi lingkungan di mana benih sebenarnya mampu berkecambah,
namun karena beberapa penyebab penghambat benih tidak dapat berkecambah akibat
masa dormansi benih tersebut.
Mutu benih diuji untuk mengetahui daya kecambah
benih yang akan dijual sehingga dapat diketahui masa simpan yang baik untuk
benih. Andriani (2013), menyatakan bahw mutu benih
mencakup empat hal yaitu mutu fisik, fisiologis, genetis, dan patologis. Mutu
fisik dan fisiologis benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih. Benih
mencapai masak fisiologis pada saat benih (embrio) mencapai berat kering
maksimum dan saat disemai menunjukkan vigor dan viabilitas yang tinggi. Hartawan (2012), juga menyebutkan bahwa
penurunan daya hidup yang cepat serta umur simpan yang pendek dari benih
menimbulkan kesulitan jika benih harus diangkut ke tempat yang jauh dan
memerlukan banyak waktu.
Untuk itu
diperlukan teknik khusus agar semua faktor yang mempengaruhi daya hidup dan
umur simpan diatus sedemikian rupa sehingga didapatkan keadaan yang optimum
untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih dalam penyimpanan. Perlakuan
benih akan efektif apabila diketahui dengan tepat faktor utama yang mempengaruhinya dalam penyimpanan.
Sejalan dengan masa penyimpanan terjadi penurunan kualitas benih yang
didindikatorkan dengan perubahan fisik, fisiokimia, biokimia, dan fisiologis. Milich
(2012), menyatakan bahwa viabilitas benih juga dipengaruhi oleh adanya
temperature yang sesuai sehingga benih mampu berkecambah dengan baik.
2.3 Kemunduran Benih
Kemunduran benih ini
bersifat irreversible yakni tidak dapat kembali pada keadaan yang semula. Kemunduran benih merupakan proses mundurnya mutu
fisiologis benih yang menimbulkan perubahan yang menyeluruh dalam benih baik
secara fisik, fisiologis maupun biokimia yang mengakibatkan menurunnya
viabilitas benih. Benih yang telah mengalami kemunduran dapat ditingkatkan
perkecambahannya salah satunya dengan menggunakan perlakuan benih sebelum tanam
yang disebut dengan osmoconditioning (Putih,
2009). Proses kemunduran benih
berlangsung terus dengan makin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua
benih mati.
Komponen benih
bermutu yakni daya kecambah, kecepatan kecambah, kadar air, lama penyimpanan
serta kemurnian benih. Kadar air benih akan mempengaruhi daya kecambah benih
sebab kemunduran daya kecambah disebabkan oleh lamanya periode penyimpanan yang menimbulkan
kadar air tinggi sehingga viabilitasnya rendah. Kadar air yang terkandung
didalam benih akan mempengaruhi viabilitas benih tersebut untuk dapat
berkecambah secara optimal sehingga dalam hal ini kadar air benih juga
memerlukan perhatian khusus dan di
jaga dalam keadaan optimal, agar benih dapat bertahan lama pada saat masa
penyimpanannya.
Pengukuran
kadar air benih dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar kadar air dalam
benih sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat. apabila kadar air terlalu
tinggi hal tersebut akan dapat menyebabkan benih rentan terserangnya penyakit
akibat bakteri ataupun jamur, sebaliknya apabila kadar air benih terlalu rendah
sehingga dapat menghambat perkecambahan benih karena benih dalam berkecambah
salah satu hal yang dibutuhkan yakni kadar air yang cukup.
Dalam penyimpanan
benih, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah tempat penyimpanannya,
karena tempat penyimpanan akan mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan.
Tempat penyimpanan yang baik dapat menekan proses respirasi benih serta dapat
melindungi benih dari serangan hama dan penyakit, sehingga mutu benih dapat
di-pertahankan (Rinaldi, 2009). Proses
kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai
akhirnya semua benih mati.
2.4 Proses Priming pada Kemunduran Benih
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya
kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun
diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam penanganan benih, dapat dilakukan dengan
melakukan teknik invigorasi. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia
untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran
mutu (Pitojo, 2004).Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih
sebelum tanam yaitu osmoconditioning,
priming, moisturizing, hardening,
humidification, solid matrix priming,
matriconditioning dan hydropriming. Pengaruh yang sangat
nyata menunjukkan bahwa invigorasi mampu untuk meningkatkan performansi benih
yang telah menurun performansinya. . Perlakuan invigorasi merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu
dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan
metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan.
Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan
pada benih dengan larutan osmotikum (disebut osmotik-priming atau
osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab (disebut
matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara
meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas yang
juga efektif untuk kondisi tercekam. Priming membuat perkecambahan lebih dari
sekedar imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan
akar pada perkecambahan. Selama priming, keragaman dalam tingkat penyerapan
awal dapat diatasi. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan priming, antara lain:
jenis benih baik umur maupun spesiesnya.
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pada praktikum Teknologi Benih dengan judul “Pengaruh
Perlakuan Priming pada Benih yang Telah Mengalami Kemunduran” dilakukan pada hari Selasa, tanggal 15 April 2014, pukul 15.00 WIB
sampai dengan selesai, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas
Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1
Bahan
1.
Benih jagung
2.
Benih kedelai
3.
Urin kambing
3.2.2
Alat
1.
Substrat kertas merang
2.
Alat pengecambah benih
3.
Pinset
3.3 Cara Kerja
1.
Menyiapkan benih kedelai
atau jagung
2.
Mengusangkan benih dalam
incubator pada suhu 40-420 C selama 7-14 hari yang disebut dengan
RAM ,
3.
Menyiapkan urin kambing
yang telah disimpan selama 1 minggu. Membuat larutan urin kambing dengan
konsentrasi 300 ppm. Menurut Prawoto dan Suprijadi (1992), urin kambing
mmengandung GA 938 PPM dan Auxin 356 ppm. Urin kambing dapat digantikan dengan
larutan GA3 dan NAA masing – masing konsentrasi 100 ppm dan 50 ppm
4.
Melakukan perlakuan priming
pada benih yang tanpa dan telah diusangkan dengan cara :
a.
Benih tanpa perlakuan
priming (control)
b.
Merendam benih dalam air
selama 3 jam
c.
Merendam benih dalam
larutan urin kambing selama 2 jam, jika menggunakan GA3 dan NAA direndam selama
3 jam.
5.
Mencuci benih dengan air
dan mengeringanginkan sampai kesap kecuali kontrol
6.
Menanam benih masing –
masing sebanyak 25 butir dalamsubstrat kertas merang dengan metode UKDdp yang
telah dibasahi air
7.
Meletakkan substrat
tersebut dengan cara mendirikan dalam alat pengecambah dan menjaga agar
substrat tidak kering.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius: Yogyakarta.
Ali, H. H., et all. 2011. Methods to Break Seed Dormancy of Rhynchosia
Capitata, a Summer Annual Weed. Agricultural
Research, 71(3): 483-487.
Andriani,
A., dkk. 2013. Studi Poliembrioni dan
Penentuan Tingkat Kemasakan Fisiologis Benih Japansche Citroen Berdasarkan
Warna Kulit Buah. Hort, 23(3):
195-202.
Hipi, A., et all. 2013. Seed Genetic Purity Assessment of Maize Hybrid Using Microsatellite
Markers (SSR). Applied Science and Technology, 3(5): 66-71.
Lesilolo,M,K.,dkk.2012.
Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan
Terhadap Kualitas Benih Jagung (Zea Mays L.) Pada Penyimpanan Ruang
Terbuka. Agrologia,1(1) :51-59
Milich,
K. L., Et All. 2012. Seed Viability
And Fire-Related Temperature Treatmentsin Serotinouscalifornia Native Hesperocyparis
Species. Fire
Ecology, 8(2): 107-124.
Nugroho, A. W., dkk. 2010. Pengaruh Naungan dan Asal Benih
Terhadap Daya Hidup dan Pertumbuhan Ulin (Eusideroxylon
Zwagery T. Et B.). Penelitian Hutan
Tanaman, 8(5): 279-286.
Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Kanisius: Yogyakarta.
Pitojo, S. 2004. Benih Buncis. Kanisius: Yogyakarta
Putih,
R., A. Anwar., dan Y. Marleni. 2009. Pengaruh Osmoconditioning dengan Peg
(Polyethylene Glycol) Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Padi Lokal Ladang
Merah. Jerami 2(2): 242-248.
Rinaldi. 2009. Pengaruh
Metoda Penyimpanan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai. Agronomi, 8(2): 95-98.