Pengertian Pertanian
Menurut Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian”
berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu
yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia
terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Dalam pertanian modern campur
tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian, termasuk:
pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut
mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Akan
tetapi dua istilah “pertanian alami” dan “pertanian organik” kita kaji lebih
mendalam, maka pengertiannya akan berbeda.
Istilah yang pertama “pertanian alami” mengisyaratkan
kukuatan alam mampu mengatur pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia
tidak diperlukan sama sekali. Istilah yang kedua “pertanian organik” campur
tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan lahan dan berusaha
meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang dilaksanakan sesuai
dengan kondisi setempat (Sutanto, 1997).
Pertanian
adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia
dimulai dari asia tenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia
mulai mengambil paneranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta
pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan. Tingkat kemajuan pertanian mulai dari
pengumpulan da pemburu, pertanian primitive, pertanian tradisional, dan
pertanian modern (Admin UPI,
2012).
Sedangkan menurut Banoewidjojo (1983)
pertanian dalam arti luas yaitu semua kegiatan usaha dalam reproduksi fauna dan
flora tersebut, yang dibedakan ke dalam 5 sektor, masing-masing pertanian
rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Dalam arti sempit
yaitu khusus pertanian rakyat.
Pertanian
merupakan bagian agroekosistem yang tak terpisahkan dengan subsistem kesehatan
dan lingkungan alam, manusia dan budaya saling mengait dalam suatu proses
produksi untuk kelangsungan hidup bersama (Karwan A. Salikin,).
4.2 Pertanian Tradisional
Sistem
pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan
tidak memaksimalkan input yang ada.
Sistem pertanian tradisional salah satu
contohnya adalah sistem ladang
berpindah. Sistem dallang berpindah telah tidak sejalan lagi dengan
kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk.
Pertanian tradisional bersifat tak menentu. Keadaan ini bisa
dibuktikan dengan kenyataan bahwa manusia seolah-olah hidup di atas tonggak.
Pada daerah-daerah yang lahan pertaniannya sempitdan penanaman hanya tergantung
pada curah hujan yang tak dapat dipastikan, produk rata-rata akan menjadi
sangat rendah, dan dalam keadaan tahun-tahun yang buruk, para petani dan
keluarganya akan mengalami bahaya kelaparan yang sangat mencekam. Dalam keadaan
yang demikian, kekuatan motivasi utama dalam kehidupan para petani ini
barangkali bukanlah meningkatkan penghasilan, tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.
(bab 12)
Pada Pertanian
tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup para petani
dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan
petani dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi , bahkan ada yang sama sekali
tidak ada dalam hasil produksi pertanian.
Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang
akrab lingkungan karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak
mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah.
Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersbut, perlu diupayakan peningkatan
produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian konvensional (Pracaya, 2007).
4.2.1 Pertanian Tradisional berdasarkan
fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian tradisional biasanya
menggunakan prinsip yang mana pertaniaan tradisional hanya untuk memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya sekarang, misalnya pada masyarakat bercocok tanam
tanaman padi yang mana hasil padi yang telah di produksi dan diolah menjadi
beras kemudian di konsumsi oleh keluarganya, sehingga terus berjalan kelangsungan
hidupnya.
Kemudian ciri dari pertanian
tradisional yaitu masih berpaku dan berharap pada alam yang mana ketika
masyakrakat menanam suatu tanaman dengan pertanain tradisional maka hasilnya
akan tergantung pada proses alam.
Pada sistem pertanian terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek
ekonomi. Pertanian tradisional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
· Penggunaan
teknologi yang belum berkembang.
Dalam hal ini biasanya pada pertanian tradisional menggunakan alat atau
teknologi yang masih rendah atau belum berkembang.Yang mana hal ini dapat
memperlambat hasil yang di produksi dan akan membuang waktu dlaam proses
bercocok tanam. Misalnya pada sistem tradisional masyarakat untuk membajak
sawah masih menggunakan kerbau hal ini masih kurang efisiensi dalam pemanfaatan
waktu dan tenaga.Akan tetapi dari sektor ekonominya lebih rendah dan minim
pengularan untuk mengelolah lahan untuk menghasilkan produk.
· Tenaga kerja yang
masih banyak di gunakan
Untuk pertanian tradisional biasanya diguanakan lebih banyak dalam
menggelolah lahan pertanian untuk menghasilkan produksi. hal ini dikarenakan
masih minimnya teknologi yang ada sehingga pelaksanaan menggunakan SDM (sumber
daya manusia) yang ada. Sebagai contoh dalam hal panen tanaman tebu yang mana
digunakan tenaga kerja manusia dalam proses penebangan,kemudian contoh lain
proses perontokan helai padi yang masih menggunakan tenaga manusia untuk
melakukan walaupun saat ini mulai ada teknologi yang membantu merontokan helai
padi. Hal ini mencerminkan bahwa pertanian tradisional masih tergantung dengan
Sumber Tenaga Manusia yang ada,akan tetapi dari sektor ekonominya lebih murah.
· Modal yang dipakai
masih sedikit
Dalam hal ini modal dalam pengelolahan produksi pertanian masih sedikit
karena kebutuhan yang dibuat tidak terlalu membutuhkan modal lebih .Biasanya
juga hanya butuh modal untuk pembayaran tenaga kerja dan lain-lain yang
rata-rata minim.
· Hasil produksi
yang masih kurang terjangkau
Dalam pertanian tradisional sering hasil yang di
produksi hanya sebatas untuk di konsumsi keluarga maupun masyarakat
golongan.Hal ini dikarenakan masih minimnya cara budidaya tanaman sehingga
produk yang dihasilkan masih rendah.
4.2.2 Pertanian tradisional berdasarkan
fungsi dasar Ekologi
Dalam pertanian tradisional untuk mengolah hasil produk
pertanian masih tergantung dengan alam/ekologi sekitar. Dikarenakan dalam
proses pertanian tradisional produknya hanya untuk memeunhi konsumsi
petaninya,bukan untuk mencari keuntungan besar.
Adapun dampak positif yang terjadi dari pertanian tradisional
yaitu:
·
Pelestarian alam yang masih terjamin dan terus
berkembang.
Yang mana pelestarian alam terus berjalan karena proses ini
berjalan dan akan bisa memproduksi dengan rata-rata konstan untuk musim-musim
kedepannya.
·
Tidak adanya kerusakan ataupun pencemaran yang
terjadi .
Proses pertanian
tradisional terjadi tampa adaya perusakan ekosistem yang ada sekitar maupun
tampa pencemaran yang bisa mengakibatkan penurunan hasil produktivitas
pengolahan pertanian.
4.2.3 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi
dasar Sosial
Dalam pertanian tradisional terjadi
hubungan yang erat antar sesama dikarenakan dalam proses pertanian tradisional
menjunjung tinggi tolong menolong dan gotong royong, apalagi dengan sistem
tradisional yang menyebakan antar petani salaing membutuhkan dan membantu untuk
menghasilkan produktivitas pertanian yang telah di olah.
1.3 Pertanian Konvensional
Keadaan atau gambaran umum dari semua pertanian modern adalah titik
beratnya pada salah satu jenis tanaman tertentu, menggunakan intensifikasi
modal dan pada umumnya berproduksi dengan teknologi yang hemat tenaga kerja
serta memperhatikan skala ekonomis yang efisien (economies of scale) yaitu
dengan cara meminimumkan biaya untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Untuk
mencapai semua tujuan, pertanian modern praktis tidak berbeda dalam konsep atau
operasinya dengan perusahaan industri yang besar. Sistem pertanian modern yang
demikian itu sekarang ini dikenal dengan agri-bisnis. (baba 12)
Intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi
teknologi dengan penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output
yang lebih tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif
dapat disebut sebagai pertanian modern. Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah
penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida, penerapan mekanisasi
pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi
sumberdaya alam yang tak terbaharui dalamjumlah besar seperti minyak dan gas
bumi, fosfat dan lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem
pertanian seperti ini telah berkembang sedemikian rupa di berbagai belahan
dunia termasuk Indonesia dan dirasakan sangat bermanfaat dalam rangka
peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia.
Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan mengesankan,
sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau” (Peter Tandisau dan
Herniwatiigasi, 2009).
4.3.1 Pertanian Konvensional berdasarkan
fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian modern (spesialisasi), pengadaan pangan untuk kebutuhan
sendiri dan jumlah surplus yang bisa dijual, bukan lagi merupakan tujuan pokok.
Keuntungan (profit) komersial murni merupakan ukuran keberhasilan dan hasil
maksimum per hektar dari hasil upaya manusia (irigasi, pupuk, pertisida, bibit
unggul, dan lain-lain) dan sumber daya alam merupakan tujuan kegiatan
pertanian.
Pada sistem pertanian konvensional terdapat beberapa evaluasi terhadap
aspek ekonomi. Pertanian konvensional jika dilihat dari aspek ekonomi antara
lain:
·
Penurunan lapangan
kerja dan peningkatan pengangguran
Dalam sistem pertanian konvensional digunakan teknologi dan bahan-bahan
yang berkualitas tinggi. Dengan digunakannya teknologi, kegiatan-kegiatan yang
biasa dilakukan oleh petani digantikan oleh mesin yang berteknologi tinggi.
Sehingga para petani lambat laun mulai banyak yang kehilangan pekerjaan.
Banyaknya petani yang tidak bekerja dapat meningkatkan angka pengangguran.
Lapangan pekerjaan untuk petanipun berkurang karena semua kegiatan bertani
dapat dilakukan oleh mesin.
·
Peningkatan kemiskinan
dan malnutrisi di pedesaan
Petani yang pekerjaannya telah digantikan oleh mesin akan menjadi
pengangguran dan tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hiidup
keluarganya. Karena itu, kemiskinan semakin menigkat dan banyak anak-anak yang
mengalami malnutrisi karena kekurangan makan. Hal tersebut terjadi kebanyakan
di daerah pedesaan, karena kebanyakan petani pedesaan adalah petani dengan
modal kecil.
·
Pengeluaran lebih banyak
Dengan penggunaan
teknologi, sudah pasti biaya produksi akan lebih tinggi karena mesin-mesin
harus dibeli dengan biaya yang tinggi. selain itu pengadaan benih berkualitas
tinggi juga sangat mahal. pemberian pupuk dan pemberantasan hama menggunakan
zat kimia juga akan menambah biaya produksi.
·
Mendapatkan penghasilan lebih banyak atau untung
Hasil produksi
dari sistem pertanian konvensional lebih banyak daripada pertanian organik. Dengan
hasil yang banyak tersebut petani konvensional akan mendapat untug yang banyak
dari hasil penjualan produk pertaniannya.
·
Hanya bisa dilakukan petani dengan modal besar
Sebagian besar
yang melakukan sistem pertanian konvensional adalah petani dengan modal besar
karena biaya produksi yang digunakan untuk membeli mesin, bahan tanam yang
berkualitas tinggi, serta pestisida maupun pupuk kimia memerlukan biaya yang
cukup besar.
·
Berorientasi pada pasar eksport dan lokal
Pada sistem
pertanian konvensional, produk hasil diorientasikan pada pasar lokal dan
ekspor. Hasil yang banyak selain dapat memenuhi kebutuhan lokal juga dapat
dijual di pasaran ekspor. Para petani banyak yang menjual hasil pertaniannya di
pasar ekspor karena harga jualnya tinggi.
·
Mempunyai resiko produksi yang tinggi
Sistem pertanian
konvensional mempunyai resiko produksi yang tinggi karena biaya yang
dikeluarkan untuk produksi sangat besar. Apabila pada proses produksi terjadi
kegagalan misalnya seperti kerusakan mesin ataupun gagal panen tentunya resiko
biaya produksi tidak kembali sangat besar. Dan petani akan mengalami kerugian.
4.3.2 Pertanian Konvensional berdasarkan
fungsi dasar Ekologi
Penerapan pertanian
konvensional pada tahap-tahap permulaan mampu meningkatkan produktivitas
pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian efisiensi produksi semakin
menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang merugikan.
Bila kita terapkan prinsip ekonomi lingkungan dengan menginternalisasikan biaya
lingkungan dalam perhitungan neraca ekonomi suatu usaha dan program pembangunan
pertanian maka yang diperoleh pengusaha dan negara adalah kerugian besar.
Perhitungan GNP dan GDP yang dilakukan Pemerintah saat ini sebenarnya tidak
realistis. Sayangnya biaya lingkungan jarang dimasukkan sepenuhnya dalam
perhitungan neraca usaha dan pertumbuhn ekonomi nasional (Pracaya, 2007).
Penelitian pertanian secara konvensional dengan biasnya pada lahan-lahan
yang berpotensi tinggi, tanaman ekspor dan petani yang lebih mampu, telah
memberikan hasil yang tidak terjangkau oleh sebagian besar petani. Hal ini
antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
·
Peningkatan erosi
permukaan, banjir dan tanah longsor
· Penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik tanah
Pada sistem pertanian konvensional, lahan yang digunakan dapat mengalami
penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik. Hal tersebut terjadi
karena seringnya penggunaan pupuk kimia ataupun bahan-bahan kimia lain seperti
pestisida yang lama-kelamaan akan merusak kesuburan tanah dan mematikan
organisme-organisme yang hidup di dalam tanah.
· Salinasi air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah
· Peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida,
limbah domestik
Pertanian konvensional adalah pertanian dengan menggunakan bahan-bahan
kimia maupun alat-alat modern. Karena hal tersebut jika pertanian konvensional
dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan pencemaran air dan
tanah akibat pupuk kimia, pestisida, dan limbah domestik.
· Residu pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di lingkungan dan
makanan yang mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar
Penggunaan bahan-bahan kimia pada pupuk maupun pestisida pada sistem
pertanian konvensional menyebabkan pencemaran lingkungan. Produk-produk yang
dihasilkan kurang terjamin kebersihannya dan kelayakannya untuk dikonsumsi
karena sudah terkena zat kimia. Oleh karena itu, masyarakat mulai berpikir
ulang untuk mengkonsumsi produk yang tercemar oleh zat kimia.
· Pemerosotan keanekaragaman hayati pertanian
· Kontribusi dalam proses pemanasan global
Sebagian besar pertanian konvensional selalu menggunakan teknologi
tinggi yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya banyak terjadi pencemaran air dan
pencemaran udara. Hal tersebut akan berkontribusi dalam proses pemanasan
global.
· Merintangi studi dan
peningkatan interaksi positif antarberagam tanaman, hewan, dan manusia
· Eksploitasi unsur
hara
Integrasi usaha tani
ke dalam pasar nasional maupun internasional menimbulkan suatu penghabisan
unsur hara netto jika unsur hara yang diambil tidak dapat dikembalikan lagi.
Sangat sedikit teknologi yang dikembangkan untuk mengembalikan unsur hara dari
daerah/lokasi konsumen ke daerah produsen.
1.3.3
Pertanian
Konvensional berdasarkan fungsi dasar Sosial
·
Hilangnya kearifan tradisional dan budaya
tanaman lokal
Masyarakat Indonesia umumnya bertani dengan
memperhatikan keadaan sosial disekitarnya. Apabila menggunakan sistem pertanian
konvensional, tidak ada lagi kearifan tradisional dan kebanyakan tanaman yang
ditanaman adalah tanaman yang sedang naik daun atau tanaman yang dibutuhkan
sangat banyak dan berdaya jual tinggi. Sehingga tanaman-tanaman lokal tidak
dapat bersaing karena sedikit sekali petani yang menanamnya.
·
Peningkatan kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di pedesaan
Jika di suatu desa digunakan sistem pertanian
konvensional dapat terjadi peningkatan kesenjangan sosial di antara para peani.
Hal itu disebabkan karena hanya petani yang bermodal besar yang dapat
menjalankan sistem ini sedangkan petani dengan modal kecil tidak akan mampu
membeli mesin dan bahan tanam seperti petani konvensional. Oleh karena itu
pertanian konvensional akan dapat meningkatkan kesenjangan sosial terutama di
daerah pedesaan.
·
Ketergantungan petani
pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia
Karena dibutuhkan modal yang sangat besar, para
petani konvensional membutuhkan bantuan dari pemerintah dalam hal modal dan
informasi-informasi terbaru tentang pertanian. Petani juga akan mengalami
ketergantungan dengan perusahaan/industri agrokimia, karena kebanyakan mereka
menggunakan bahan-bahan kimia.
·
Rasa kekeluargaan
dan kekompakan antar petani berkurang
Pertanian konvensional
lebih menggunakan mesin daripada tenaga manusia atau petani. Hal tersebut dapat
menyebabkan berkurangnya rasa kekeluargaan dan kekeompakan antar petani.
Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena petani bisa-bisa bersaing secara
tidak sehat.
·
Pengabaian pengetahuan
lokal petani
Pendekatan konvensional
dari atas ke bawah pada pengembangan teknologi dalam lembaga penelitian
pertanian hanya memberikan sedikit kesempatan pada ilmuwan untuk lebih mengenal
kondisi. Situasi ini tidak dibenahi oleh sikap umum dari para penyuluh dan
peneliti yang telah mendapatkan ilmu di universitas maupun sekolah, bahwa
sistem pendidikan formal merupakan sumber utama inovasi dan bahwa informasi
hanya bisa datang dari atas.
·
Penekanan pada
penelitian
Kondisi produksi
lembaga penelitian dan tempa percobaan tidak mencerminan kondisi petani dan
tidak mungkin mewakili kondisi pertanian tadah hujan yang sangat beragam.
Akibatnya, teknologi yang di uji di tempat [percobaan seringkali tidak bisa
diterapkan dengan kondisi petani, sementara kualitas varietas lokal yang baik,
yang disesuiakan dengan kondisi lokal, tidak diakui dalam tempat percobaan
(Biggs, 1984).
1.3 Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan bertujuan untuk memutus
ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang
mendominasi sumber daya agraria. Pertanian berkelanjutan merupakan tahapan
penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem ekonomi
pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan
agraria.
Pelaksanaan pertanian berkelanjutan bersumber dari tradisi
pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam
untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai kehidupan. Oleh karena itu,
SPI mengistilahkannya sebagai “Pertanian berkelanjutan berbasis keluarga
petani”, untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik berhaluan
agribisnis. Pertanian berkelanjutan merupakan tulang punggung bagi terwujudnya
kedaulatan pangan (Serikat Petani Indonesia, 2008)
Pertanian
berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosioekonomi. Pertanian
berkelanjutan direpresentasikan dengan
sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia,
mengendalikan erosi tanah dan gulma, serta
memelihara kesuburan tanah.
Pertanian berkelanjutan memiliki konsep dasar yaitu mempertahankan
ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia
yang meracuni lingkungan. Dalam pertanian keberlanjutan terdapat komponen dasar
agroekosistem baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang, dimana komponen dasar agroekosistem tersebut memadukan antara produktivitas
(productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity).
Pertanian berkelanjutan merupakan
suatu ajakan moral untuk berbuat kebijakan pada lingkungan Sumber Daya Alam
dalam usaha pertanian dengan mempertimbangkan 3 aspek, yaitu:
1.
Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound),
sistem budidaya pertanian tidak boleh menyimpang dari sistem ekologis yang ada.
Keseimbangan lingkungan adalah indikator adanya harmonisasi dari sistem
ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam.
2.
Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem
budidaya pertanian harus mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri
sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan jangka panjang, serta bagi
organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi. Sumber daya alam
terlanjutkan (tidak tereksploitasi).
3.
Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus
selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi
oleh masyarakat setempat. (Lisa navita)
4.4.1
Pertanian
Berkelanjutan berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Penerapan pertanian
organik, memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi
rakyat antara lain :
·
Produksi pertanian organik jauh dibawah hasil
produksi sistem konvensional
Adanya
perbedaan hasil ini mencerminkan adanya perbedaan teknik bercocok tanam dan
pengalaman petani. Industri pangan organik berkembang sangat cepat sementara
petani belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menerapkan
sistem pertanian organik yang benar. Perbedaan hasil juga seringkali bergantung
pada jenis tanaman yang diusahakan. Beberapa hasil penelitian di kawasan Timur
Canada menunjukkan bahwa hasil gandum organik adalah 75% lebih rendah dibanding
dengan gandum konvensional. Pada kasus cuaca yang tidak normal, misalnya musim
kering yang panjang, maka produktivitas pertanian organik biasanya lebih tinggi
dibanding pertanian konvensional. Di samping itu, pertanian organik juga
relative lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
·
Minimnya akses transportasi pada
lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya pertanian organik
Minimnya
akses transportasi disebabkan karena daerah yang memenuhi syarat untuk budidaya
pertanian organik adalah daerah yang minim pencemaran lingkungan. Hal ini menimbulkan
beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya mendistribusikan bahan
input atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida organik,
benih, dan peralatan kerja; (b). sulitnya membawa hasil/produk pertanian
organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk transportasi dari dan ke
lokasi budidaya pertanian organik.
·
Pertanian berkelanjutan memerlukan biaya
produksi relatif lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional.
Khususnya
untuk penyediaan input produksi pertanian konvensional memiliki biaya produksi
lebih tinggi daripada pertanian berkelanjutan. Dalam pertanian berkelanjutan
pembelian pupuk dan pestisida sintetis tidak diperlukan lagi. pengendalian
gulma dilakukan secara mekanis. Pengolahan tanah untuk pengendalian gulma
setelah tanaman tumbuh dilakukan dengan cara minimal. Banyak orang berpendapat
bahwa pengendalian gulma akan meningkatkan frekuensi pengolahan tanah dan juga
biaya. Dalam prakteknya, ternyata tidaklah demikian. Dengan perbaikan struktur
tanah dan praktek pengelolaan yang baik, pertanian berkelanjutan justru
meminimalkan pengolahan tanah, atau lebih sedikit, dibanding pertanian
konvensional.
· Pendapatan
petani bertkelanjutan sedikit lebih besar dibanding dengan petani konvensional.
Secara umum, biaya produksi lebih rendah
dan pendapatan lebih besar (karena premium price). Industri organik
berubah sangat cepat sehingga mempengaruhi ketidakstabilan harga. Sebagai
contoh, adanya harga tinggi pada satu jenis komoditi telah mendorong banyak
petani menanam komoditi yang sama secara bersamaan. Ini menyebabkan harga turun
ketika musim panen. Banyak orang berpendapat bahwa sejalan dengan waktu premium
price akan stabil. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani, sebagai contoh biaya pembelian
pupuk organik lebih murah dari biaya pembelian pupuk kimia;Harga jual hasil
pertanian organik seringkali lebih mahal. Contoh, harga beras organik saat ini
Rp. 8.000 – 13.000,-/kg sedang beras biasa Rp. 5.500 – 7.000,-/kg;Petani dan
peternak bisa mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan jerami dan kotoran
ternaknya;Bagi peternak, biaya pembelian pakan ternak dari hasil fermentasi
bahan organik lebih murah dari pakan ternak konvensional; Pengembangan
pertanian organik berarti memacu daya saing produk agribisnis Indonesia untuk
memenuhi permintaan pasar internasional akan produk pertanian organik yang
terus meningkat. Ini berarti akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah
yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani.
· Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan
kehidupan sosial di pedesaan.
Pertanian
berkelanjutan akan merangsang hadirnya industri kompos rakyat yang berarti
adanya lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan. Disamping itu, penerapan
pertanian berkelanjutan juga akan merangsang adanya kerjasama kemitraan antara
petani peternak-pekebun untuk menerapkan sistem pertanian terpadu. Dalam
hubungan ini, peternak mendapatkan bahan makanan ternak dari limbah pertanian
(jerami dan dedak, misalnya) dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran
hewan dari peternak sebagai bahan kompos untuk usaha pertanian organiknya. Hal
ini secara langsung akan menciptakan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.
4.4.2
Pertanian
Berkelanjutan berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Prinsip ekologi dalam penerapan
pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
·
Memperbaiki kondisi tanah
Dengan
menggunakan sistem pertanian berkelanjutan, tanah yang rusak dapat diperbaiki sehingga
menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan
meningkatkan kehidupan biologi tanah.
·
Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara
Jika
menggunakan sistem pertanian berkelanjutan ketersediaan dan keseimbangan daur
hara dapat dioptimalisasi melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan
dan daur pupuk dari luar usaha tani.
·
Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas,
udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan
erosi.
·
Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat
hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang
aman.
·
Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang
saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi
keragaman sistem pertanian terpadu.
·
Menghasilkan bahan pangan yang aman bagi
kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan
·
Kualitas SDA dipertahankan
·
Ramah lingkungan karena menggunakan pupuk
kompos, ataupun pupuk kandang yang keseluruhannya berasal dari alam,
·
Meminimalkan semua bentuk
polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian.
· Menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah
Dalam pertanian berkelanjutan
diutamakan cara pengelolaan tanah yang meminimalkan erosi, meningkatkan
kandungan bahan organik tanah serta mendorong kuantitas dan diversitas biologi
tanah. Dalam pertanian organik peningkatan kesuburan tanah dilakukan tanpa
menggunakan pupuk kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan
teknik-teknik seperti rotasi tanaman secara tepat, mixed cropping dan integrasi
tanaman dengan ternak, meminimalkan pengolahan tanah yang mengganggu aktivitas
biota tanah,menggunakan tanaman dalam strip dan tumpang sari.
· Penghematan energi
Hasil studi menunjukkan bahwa sistem
produksi organik hanya menggunakan 50–80% energi minyak untuk menghasilkan
setiap unit pangan dibandingkan dengan sistem produksi pertanian konvensional.
Namun demikian, ini tidak berlaku untuk semua sistem produksi sayuran dan
buah-buahan.
· Tidak mencemari air
Penjagaan
kualitas air merupakan upaya yang sangat penting dalam sistem pertanian lestari
(sustainable agriculture system). Kenyataan menunjukkan bahwa polusi air
tanah (groundwater) dan air muka tanah (surface water) oleh
nitrat dan fosfat menjadi hal yang umum terjadi di kawasan pertanian. Residu
pupuk dan pestisida sintetis serta bakteri penyebab penyakit seperti Escherichia
Coli juga seringkali terdeteksi di sistem perairan.
Pada
areal pertanian organik, sumber air dijaga dengan menghindari praktek-praktek
pertanian yang menyebabkan erosi tanah dan pencucian nutrisi, pencemaran air
akibat penggunaan bahan kimia. Kotoran hewan yang akan digunakan untuk pupuk
organik selalu dikelola dengan hati-hati dan dikomposkan sebelum digunakan. Di
samping itu, penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis juga dilarang dalam
sistem pertanian organik.
· Tidak
mencemari udara
Pertanian
berkelanjutan terbukti mampu meminimalkan perubahan iklim global karena emisi
gas rumah kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian organik lebih
rendah dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pertanian organik tidak
menggunakan pupuk nitrogen sintetis sehingga tidak ada emisi nitrogen oksida
dari pupuk buatan tersebut. Penggunaan minyak bumi juga lebih rendah sehingga
menurunkan emisi gas karbon dioksida. Lebih penting lagi, pertanian organik
menyediakan penampungan (sink) untuk karbon dioksida melalui peningkatan
kandungan bahan organik di tanah serta penutupan permukaan tanah dengan tanaman
penutup tanah.
· Dapat
memanfaatkan limbah
Praktek
pertanian berkelanjutan mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah
menjadi pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang
selama ini dianggap limbah, justru menjadi bahan yang mempunyai nilai sebagai
sumber nutrisi dan bahan organik bagi pertanian organik.
·
Menciptakan keanekaragaman hayati
Pertanian
organik tidak hanya menghindari penggunaan pestisida sintetis, namun juga mampu
menciptakan keanekaragaman hayati. Praktek seperti rotasi pertanaman, tumpang
sari serta pengolahan tanah konservasi merupakan hal-hal yang mampu
meningkatkan keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat yang sehat bagi
banyak spesies mulai dari jamur mikroskopis hingga binatang besar. Pertanian
organik tidak menggunakan organisme hasil rekayasa genetika (Genetic
Enggineering Organism) atau organisme transgenik (Genetically Modified
Organism) serta produknya karena alasan keamanan lingkungan, kesehatan dan
sosial. Produk-produk seperti ini tidak dibutuhkan karena mungkin menyebabkan
resiko yang tidak dapat diterima pada integritas spesies.
4.4.3
Pertanian Berkelanjutan berdasarkan fungsi dasar Sosial
·
Menghasilkan makanan yang
cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat.
Pada sistem pertanian berkelanjutan, tidak digunakan pupuk kimia
secara berlebihan sehingga produk-produk yang dihasilkan layak konsumsi dan
aman serta bergizi bagi masyarakat.
·
Kebutuhan dasar seluruh
masyarakat terpenuhi
Dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan, hasil produksi
yang di dapat stabil sehingga seluruh kebutuhan dasar masyarakat dapat
terpenuhi.
·
Segala bentuk kehidupan
dihargai
Manusia hidup di dunia tidak sendiri, melainkan berdampingan
dengan hewaan dan tumbuhan. Dengan menerapkannya sistem pertanian
berkelanjutan, manusia, hewan, dan tumbuhan dan bekerjasama dengan baik dan
semua berperan dalam menghadapi hidup. Sehingga semua bentuk kehidupan dapat
dihargai.
·
Menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan sehat bagi petani.
Dengan digunakannya sistem pertanian berkelanjutan dapat
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani. Hal ini dikarenakan
petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan
oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.