BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan
produksi pertanian terutama tanaman pangan merupakan tujuan utama dalam upaya
memenuhi kebutuhan pangan nasional. Adopsi teknologi pertanian telah tumbuh dan
berkembang sejak tahun 1950, untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan.
Salah satu faktor penghambat potensi produksi adalah kondisi tanah seperti
bahan organik dan sifat kimia dan mineral tanah (Havlin, Beaton, Tisdale,
Nelson, 1999). Oxisol adalah salah satu tanah bereaksi masam yang mengandung
banyak sekali mineral P sekunder, seperti Al-P, Fe-P, dan oksida – hidroksida
Fe/ Al karena tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut. Tanah oxisols
sebagian besar terdapat pada daerah dengan ketinggian 400 sampai 1200 m dpl
dengan bentuk wilayah berbukit sampai bergunung dan pada umumnya berlereng
curam. pH tanah Oxisol termasuk rendah sehingga muatan positif mendominasi
muatan koloid tanah. Muatan positif berperan dalam adsorpsi dan pertukaran
anion pada patahan mineral. Pemupukan yang berat pada Oxisol menjadi masalah
utama dalam mengelola tanah ini untuk produksi tanaman pangan. Pelepasan P
(desorpsi P) dari P yang terjerap terjadi melalui pelarutan mineral P dan
mineralisasi P-organik. Kandungan bahan organik Oxisol sangat rendah dan
menjadi masalah yang memicu terjadinya sorpsi P yang lebih besar. Oleh karena
itu penambahan bahan organik pada pengelolaan Oxisol perlu dilakukan.
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak
yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan
kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine
max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia,
yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau.
Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar
ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika
dan Afrika.
Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung
kedelai secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama,
yaitu: olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk
protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah
menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan
industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil.
Sedangkan olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri
makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan
sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk
pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan dalam
bentuk lecithin dibuat antara lain: margarin, kue, tinta, kosmetika,
insectisida dan farmasi.
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam
di lahan dengan ketinggian 0,5 - 300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji
besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya
akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 hingga 600 m dpl. Tanaman
kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim
kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai
dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan.
Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah
hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000).
Melihat syarat tumbuh tanaman
kedelai dan keadaan tanah oxisols, budidaya tanaman kedelai di tanah oxisols
kurang tepat. Oleh karena itu, pada makalah ini kami membahas tentang
pengelolaan tanah oxisols agar cocok untuk tanaman kedelai.
1.2 Tujuan
Makalah
ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan budidaya tanaman kedelai pada
lahan oxisols.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik serta memberikan produksi yang
tinggi, maka dibutuhkan tanah-tanah yang mempunyai kesuburan fisika, kimia
serta biologi tanah yang baik. Namun, untuk sekarang ini lahan di daerah tropis
masih memiliki produktivitas yang rendah karena pengolahan yang intensif dan
tanpa memperhatikan kaidah konservasi tanah-tanah yang mengalami degradasi
fisika, kimia, dan biologi. Sementara kebutuhan akan pangan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Untuk memperluas areal pertanaman
agar produksi meningkat maka saat ini banyak dipergunakan lahan-lahan yang mempunyai
kesuburan marginal. Salah satu diantaranya yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai lahan tanaman adalah tanah Oxisol (R. E. Putri, 2011).
Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah ke dalam
kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dalam
mengelompokkan tanah diperlukan sifat dan ciri tanah yang dapat diamati di
lapangan dan di laboratorium. Sumberdaya lahan mencakup dua pengertian yaitu: Sumberdaya
dapat diartikan sesuatu benda/bahan yang dapat dieksploitasi dan
dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya dapat berkonotasi
waktu, tempat dan ekonomi. Sedangkan lahan (dari bahasa Sunda) = land,
adalah bagian bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian tanah,
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan vegetasi yang
menutupinya, yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan
lahan (I. M. Mega, dkk., 2010).
Oxisol merupakan tanah yang telah mengalami
pelapukan lanjut dan banyak terdapat di daerah tropis atau sub tropis. Biasanya
dijumpai pada permukaan tanah yang telah berumur tua atau tanah yang terbentuk
dari bahan-bahan sedimen tua. Umumnya tanah oxisol berada pada kondisi iklim
yang cukup basah untuk merombak hasil pelapukan yang menghasilkan konsentrasi
residu sesquioksida dan mineral liat kaolinit. Konsep oxisol tidaklah
semata-mata berdasarkan pada pertimbangan sifat kimia tanah, yang walaupun
derajat pelapukan kimia yang ekstrim, tetapi juga dipengaruhi dari umur
pelapukannya (M. Munir, 1996).
Tanah oxisol sebagian besar terdapat pada daerah
dengan ketinggian 400 sampai 1200 m dpl dengan bentuk wilayah berbukit sampai
bergunung yang umumnya berlereng curam. Kandungan bahan organik dan kesuburan
tanah rendah serta peka terhadap erosi (Pusat Penelitian Tanah dalam Busyra
B.S, 2000).
Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama
yang menyehatkan karena mengandung protein tinggi dan memiliki kadar kolesterol
yang rendah. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke
tahun baik sebagai bahan pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku
industri skala besar (pabrikan) hingga skala kecil (rumah tangga) (Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, 2012).
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang
beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai
adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik
daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim
lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki
tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan
tanaman kedelai 23-27 oC. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan
suhu yang cocok sekitar 30 oC. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau
akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan
biji dan pengeringan hasil. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah
yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Bahkan pada kondisi lahan
yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal
tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar (Tim Penulis, 2011).
BAB
3. PEMBAHASAN
3.1
Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi Tanah Oxisols.
Mengingat
oxisol dicirikan oleh adanya horison oksik, tidak mempunyai horizon argilik
atau spondik, maka dalam penentuan sifat fisik, kimia dan morfologi akan
dititik beratkan pada sift-sifat horizon oksik sampai pada kedalaman 150 cm
dari permukaan tanah
1.
Sifat-sifat
Fisik
Tekstur
oxisol sedang hingga halus, umumnya memiliki kandungan debu yang sangat rendah,
rasio antara debu (berukuran 2 – 20 m) terhadap lempung/ liat pada suatu sampel
tanah berada di bawah 0.15, walaupun oksida besi telah dihilangkan sebelum
dilakukan penganalisaan terhadap ukuran partikel. Rendahnya kandungan debu ini
disebabkan karena oxisol telah mengalami pelapukan lanjut sehingga memiliki
mineral mudah lapuk yang rendah, di mana debu termasuk mineral yang masih mudah
dilapuk.
Bulk
density biasanya rendah, berkisar antara 1 hingga 1.3 gr/cm3,
tergantung pada kandungan pasirnya, di mana ditentukan juga oleh volume pori
yang dikandung. Sifat kemampuan menahan air relatif rendah jika dibandingkan
dengan tanah lain yang memiliki kandungan liat yang sama (berarti mempunyai
drainase yang baik). Bahkan banyak liat oxisol berperilaku seperti tanah yang
memiliki tekstur pasir bila ditinjau dari kurva pF nya. Hal ini disebabkan
karena mineral liat yang dikandung oxisol didominasi oleh tipe 1:1 (kaolin)
yang mempunyai sifat menahan air yang lebih rendah dibanding dengan mineral
liat tipe 2:1 (montmorilonit).
Kecepatan
infiltrasi oxisol berlangsung relatif cepat jika dibanding dengan tanah yang
mempunyai jenis mineral liat lain, sehingga hampir semua air yang dikandungnya
pada tekanan air kurang dari 1 bar.
Keadaan
seperti ini akan menjadi bermasalah pada daerah-daerah yang kurang hujan karena
dapat menimbulkan keadaan kekeringan bagi tanaman yang berakar dangkal. Pada
musim kemarau oxisol menunjukkan konsistensi tanah gembur.
2.
Sifat-sifat
Kimia
Tanah
oxisol mempunyai Kejenuhan Basa (KB) yang rendah, kandungan sesquioksida (Fe,
Al dan Si oksida) yang tinggi serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah.
Seperti diketahui bahwa oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan
lanjut dan berumur tua, sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa yang
intensif pada bagian profil tanah. Pada beberapa great group dari oxisol
(seperti eutraquox, eutrotorrox, dan lain-lain) mempunyai KB yang cukup tinggi
pada kedalaman 125 cm (KB > 35 %). Sumber-sumber basa tersebut ada
kemungkinan berasal dari lereng bagian atas yang merupakan tanah yang kaya akan
unsur-unsur basa, seperti misalnya batu kapur.
Demikian
juga halnya sebagai akibat dari pelapukan yang lanjut tersebut, terbentuk
mineral liat tipe 1:1, yang mempunyai nilai KTK rendah. Rendahnya KTK juga
dipengaruhi oleh rendahnya kandungan bahan organik yang secara umum terdapat
pada oxisol. Adapun pada beberapa sub group dari oxisol yang mempunyai
kandungan bahan organik tinggi (≥/16 kg/m2 sampai kedalaman 100 cm),
hal ini disebabkan karena adanya aktivitas vegetasi di permukaan tanah yang
cukup tinggi, seperti misalnya wilayah bervegetasi hutan atau padang rumput.
Oxisol
memiliki reaksi tanah yang sangat masam hingga netral. Oxisol pada great group
acraquox, acrotorrox, acrustox, acroperox, acrudox, mempunyai pH (KCI) ≥/ 5. pH
di sini merupakan bukan kemasaman aktual (yang dinyatakan dalam pH H2O), tetapi
kemasaman cadangan yang lebih tinggi dari kemasaman aktual.
3.2
Keunggulan dan Kelemahan Tanah Oxisols
Di lihat dari kesuburan
alami,tanah oxisol yang telah mengalami
pelapukan lanjut di daerah kering biasanya tidak digunakan dalam
pengolahan tanah untuk pertanian jika tanah-tanh dari order lain masing
tersedia dalam memenuhi kebutuhan pangan.Hal ini karena oxisol mempunyai
sifat-sifat khusus dan perlu penanganan yang tepat dalam pengolahannya.Sifat
–sifat tersebut meliputi cadangan unsur
hara yang sangat rendah,kesuburan alami sangat rendah, kemasaman aktual yang
tinggi, dan permeabilitas tinggi bserta tahan terhadap erosi.
Meskipun secara
kesuburan alami rendah ,oxisol merupakan cadangan tanah yang banyak jumlahnya
dan masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Pemanfaatan oxisol di antaranya untuk perladangan, pertanian subsisten,
pengembalan dengan intensitas rendah dan perkebunan yang intesif ,seperti
perkebunan tebu , nanas ,pisang, kopi serta beberapa oxisol pada daerah basah
digunakan untuk padi/sawah (Buol,1993)
Beberapa prinsip atau
alternatif pengolahan oxisol dalam pemanfaatannya:
1) Permukaan tanah
harus dalam kondisi tertutup oleh tanaman penutup tanah, Dlaam hal iniberarti
pernukaan tanah tidak boleh gundul. Gundulnya permukaan tanah menywbabkan
erosi, mengintensifkan pelapukan, terutama yang dipengaruhi oleh iklim serta
curah hujan dapat mengakibatkan reduksi pada horizon oksik menjadi hidroksida
bsi atau A1,sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia yang semakin menrun.
2) Jika untuk tanaman
pangan termasuk tebu pengolahan tidak
hanya dilakukan pengmupukan an organik atau pengapuran tetapi juga dibutuhkan adanya pemasukan bahan
organik yang cukup besar untuk mempertahankan kondisi tanah.Tampa bahan organik
dengan memperhatikan funsinya maka pertumbuhan tanaman tidak optimal,sehingga
produksi rendah .Bahan organik dapat bersumber dari tempat lain tetapi dapat
juga dari daerah setempat artinya sumber bahan organik berasal dari cover crop
yang ditanam sebagai tanaman penutup.
3) Potensial untuk
komiditi perkebunan dengan tetap adanya cover crop serta bahan organik dalam
fungsinya untuk mempetahankan kelembaban di dalam tanah serta meningkatkan
retensi terhadap air. Tanaman perkebunan mempunyai sistem perakaran yang dalam
sehingga sedikit sekali pengaruhnya terhadap tanah,misalnya vanyak unsur- unsur
hara yang diambil oleh tanaman berasal dari lapisan bawah profil.
4) Jika oxisol terdapat
pada daerah yang agak tinggi dapat dihutankan(bila sebelumnya bukan hutan)
untuk meningkatkan konservasi air,yaitu sebagai cadangan air bagi daerah-daerah
di bawahnya serta bimasnya dapat menjadikan daur hara/mineral.
Tekstur
oxisol adalah sedang hingga halus, strukturnya relatif baik untuk pertumbuhan
tanaman, bulk density biasanya sedang-tinggi. keadaan ini menyebabkan oxisol
mempunyai kemampuan menahan air yang rendah, infiltrasi berlangsung relatif
cepat. Jika oxisol terdapat pada daerah yang mempunyai curah hujan rendah
(daerah kering) maka besar pengaruhnya bagi pertumbuhan tanaman, terutama pada
tanaman dengan sistem perakaran dangkal, karena tanaman akan mengalami stres
air, walaupun secara struktur dapat mendukung dalam penetrasi akar terhadap
tanah serta pori udara yang memadai.
Karena oxisol merupakan tanah yang berumur tua dan telah mengalami
pelapukan lanjut, maka tanah tersebut mempunyai sifat kimia yang kurang baik
bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah, kandungan unsur mikro/hara
yang rendah, reaksi tanah yang sangat masam hingga netral, tingginya
sesquioksida serta didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 (jika dibanding dengan
mineral liat tipe lainnya). Keadaan ini menyebabkan pengelolaan yang tepat jika
akan dimanfaatkan untuk pertanian, karena tidak hanya dilakukan penyediaan
unsur hara yang diperlukan tanaman, tetapi juga upaya untuk memperbaiki
sifat-sifat kimianya, di antaranya dengan pengapuran serta dengan pemberian
bahan organik.
3.3 Pengolahan
Tanah Oxisols untuk Budidaya Tanaman Kedelai
Permasalahan yang sering muncul pada pertanaman
kedelai di tanah masam adalah kegagalan membentuk bintil akar (Lie, 1969) yang
merupakan organ untuk menambat nitrogen udara. Hal ini seringmenjadikan
kebutuhan nitrogen tanaman tidaktercukupi sehingga berakihat rendahnya hasil
tanaman.Di samping itu kemasaman tanah sering diikuti oleh kekahatan
unsur-unsur hara sepertiCa, Mg, K, P, Cu, Mo dan B serta keracunan Al, Fe dan
Mn (Notohadiprawiro, 1983).
Untuk mengelola tanah oxisol perlu dilakukan
modifikasi nilai ZPC agar menjadi lebih rendah. Apabila titik muatan nol tanah
mnenurun maka muatan koloid tanah menjadi lebih negatif. Dengan perubahan titik
muatan nol tersebut maka pola erapan fosfat di dalam tanah diharapkan juga akan
berubah, sehingga pelepasan P lebih besar. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan bahan amelioran yang mampu meningkatkan muatan negatif ke dalam
tanah, sehingga diharapkan ZPC lebih rendah dari pH aktual tanah (Uehara dan
Gillman, 1981). Pemberian bahan – bahan yang mempunyai titik muatan nol rendah
seperti bahan organik dapat menurunkan ZPC tanah (Van Ranst et al, 1998; Ali
dan Sufardi, 1999).
Pupuk Kandang merupakan salah satu dari sekian
banyak jenis pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah seperti kandungan bahan organik, stabilitas agregat dan
infiltrasi air.
Menurut
McCalla (1975) pengaruh pupuk kandang terhadap tanah adalah:
1.
Memperbaiki kemampuan tanah menyimpan
air
2.
Memperbaiki struktur tanah
3.
Meningkatkan kapasitas tukar kation
4.
Mempengaruhi kemantapan agregat tanah
5.
Menyediakan unsur – unsur hara yang
dibutuhkan tanaman
6.
Menghasilkan banyak CO2 dan asam – asam
organik yang membantu mineralisasi
7.
Menaikkan suhu tanah
Peranan pupuk kandang sebagai bahan organik dapat
meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. Kapasitas Tukar Kation yang
tinggi mampu memegang unsur inorganik yang diberikan dan meningkatkan daya sangga
dari tanah, sehingga tanaman dapat terhindar dari beberapa tekanan seperti
kemasaman tanah dan keracunan hara. Pupuk kandang juga meningkatkan daya sangga
dari tanah, sehingga tanaman dapat terhindar dari beberapa tekanan seperti
kemasaman tanah dan keracunan hara. Pupuk kandang juga meningkatkan
ketersediaan beberapa unsur hara dan efisiensi penyerapan fosfat serta berperan
sebagai komplek jerapan anion. Hasil penelitian Pratt dan Laag (1981) dan
Klepper et al (1998) dalam Slattery et al (2002) menunjukkan bahwa pemberian
kotoran sapi dalam jumlah besar (150 ton/ha) mampu meningkatkan P – tersedia
pada tanah yang memiliki serapan P yang tinggi.
Ali dan Sufardi (1999) meunjukkan bahwa pemberian
pupuk kandang sampai taraf 8 ton/ha dapat menurunkan status titik muatan nol
yang diikuti oleh meningkatnya pH- H2O, jumlah muatan negatif dan KTK setelah
45 hari inkubasi. Selanjutnya Ali dan Sufardi melaporkan bahwa pemberian pupuk
kandang juga meningkatkan serapan hara N dan P serta produksi tanaman kedelai.
BAB 4. PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan antara lain :
1.
Oxisol merupakan tanah yang telah mengalami
pelapukan lanjut dan banyak terdapat di daerah tropis atau sub tropis.
2.
Sifat fisik tanah oxisols antara lain
adalah Tekstur oxisol sedang
hingga halus, umumnya memiliki kandungan debu yang sangat rendah, rasio antara
debu (berukuran 2 – 20 m), bulk density biasanya rendah, berkisar antara 1
hingga 1.3 gr/cm3 , kecepatan infiltrasi oxisol berlangsung relatif
cepat. Sedangkan sifat kimiany antara lain tanah oxisol mempunyai Kejenuhan
Basa (KB) yang rendah, kandungan sesquioksida (Fe, Al dan Si oksida) yang
tinggi serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah.
3.
Keunggulan dari tanah oxisols adalah oxisol
merupakan cadangan tanah yang banyak jumlahnya dan masih dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Sedangkan kekurangannya dalah oxisol mempunyai kemampuan menahan air yang rendah,
infiltrasi berlangsung relatif cepat, mempunyai sifat kimia yang kurang baik
bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah, kandungan unsur mikro/hara
yang rendah, reaksi tanah yang sangat masam hingga netral, tingginya
sesquioksida serta didominasi oleh mineral liat tipe 1:1.
4.
Budidaya tanaman
kedelai pada lahan oksisol membutuhkan teknik pengolahan tanah yang baik
seperti irigasi menggunakan teknik tetes dan sprinkler serta pemberian pupuk kandang
untuk perbaikan nutrisi.
5.2
Saran
Dengan adanya makalah
ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan lahan oxisols untuk budidaya
tanaman pangan khususnya kedelai dengan tetap memperhatikan lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, S. A dan
Sufardi. 1999. Pengaruh Beberapa Amandemen Tanah Terhadap Muatan Koloid dan
Sifat Fisikokimia Tanah Typic Haplohumults (ultisols). Tanah Tropika (12):
169-177
Busyra. 2000.
Pengaruh Cara Pengelolaan Lahan terhadap Perubahan Sifat-Sifat Tanah Oxisol dan
Hasil Kedelai di Das Singkarak. Stigma
Volume 8 (3): 200-204.
Damanik,
Zafrullah. 2005. Pengaruh Bahan Gambut dan Pupuk Kandang Terhadap Ciri Kimia
tanah oxisol pelaihari serta pertumbuhan jagung (Zea mays). Institut Pertanian
Bogor
Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Tanaman
Kedelai.
Mega, I. M., dkk.2010. Buku Ajar Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan.
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama
Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya).
Putri,
R.E. 2011. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Limbah Cair Kelapa Sawit terhadap
Beberapa Sifat Tanah Oxisol dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merril). Fakultas Pertanian
Universitas Andalas Padang.
Tim Penulis.
2011. Kedelai (Glycine max L). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
1 komentar:
postingan yang bagus banget...semoga bermanfaat, ditunggu postingan selanjutnya. salam kenal dari:Jual Benih Sayuran
Posting Komentar