BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan
unggulan yang terdapat didaerah jember. Bagian tanaman karet yang memiliki
harga jual yang tinggi adalah bagian lateksnya atau bagian getah dari tanaman
karet. Karet adalah salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara
Indonesia, hal ini dikarenakan pada saat ini alat yang paling populer digunakan
oleh manusia dalam mempermudah melakukan aktivitasnya yaitu menggunakan
kendaraan yang mana kendaraan tersebut salah satu bagiannya adalah terbuat dari
karet (latek).
Pengembangan perkebunan karet
memberikan peranan penting bagi perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber
devisa, sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat serta sebagai pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian di
daerah dan sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Guna
mendukung keberhasilan pengembangan karet, perlu disusun teknis budidaya
tanaman karet digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang terkait pengolahan
komoditi tersebut.
Karet merupakan salah satu komoditi
perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan
devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar
perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun
sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia,
Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas,
terutama karet rakyat yang merupakan
mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih
terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).
Rendahnya produktivitas kebun karet
rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif,
penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh
karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan
industri hilir. Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet
dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan
karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal
perkebunan negara dan swasta samasama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu,
tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat.
Persoalannya adalah bahwa belum ada
sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik
pengolahan karet sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan
akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk
menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena produksi
bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga
diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut.
1.2
Tujuan
1.
Memberikan wahana
aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2.
Memberikan
pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi
teknologi budidaya karet dan pengolahan hasil tanaman karet.
BAB.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Morfologi Tanaman Karet
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan
penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong
pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet
maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara
dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu produktivitas, serta kualitas produk yang
masih rendah (Ekpete, 2011).
Anwar
(2006) dalam Benny (2013), menjelaskan bahwa saat ini, karet telah meluas di
berbagai wilayah dunia termasuk telah dikembangkan di Asia Tenggara karena
faktor lingkungan yang memiliki syarat tumbuh yang memadai. Untuk
tanaman karet memiliki morfologi yang lengkap. . Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kalinya,
luas areal perkebunan karet di Indonesia telah men-capai 3.262.291 hektar. Dari
total area perkebunan di Indonesia tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4%
milik swasta, dan hanya 7,1% merupakan milik negara (Nasaruddin dan Maulana, D,
2009).
Untuk morfologi tiap bagian akan dijelaskan sebagai
berikut. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Untuk bagian daun karet
terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun
utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya
terdapat kelenjar.
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet
merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh
tinggi dan besar. Sistem perakaran yang bercabang pada setiap akar utamanya. Biji
karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga
kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.
Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Bunga pada
tajuk dengan membentuk mahkota bunga pada setiap bagian bunga yang tumbuh.
Bunga berwarna putih, rontok bila sudah membuahi, beserta tangkainya. Bunga
terdiri dari serbuk sari dan putik.
Tanaman karet bersifat uniseksual (berkelamin satu) dan monoceous (berumah
satu). Bunga betina dan bunga jantan terdapat dalam satu karangan bunga
(inflorescentia) yang sama. Berdasarkan letak kedua bunga tersebut dapat
dijadikan bahwa pada ujung-ujung sumbu yang lebih dekat dengan jalan saluran
makanan pada umumnya duduk bunga betina, karena energi yang dibutuhkan untuk
pembentukan bunga betina lebih besar daripada bunga jantan. Bunga betina
ukurannya lebih besar dari bunga jantan, tetapi jumlahnya lebih sedikit (Sinegar,
2000). Tanaman karet (Havea brasiliensis)
merupakan salah satu komoditas perkebunan. Susunan taksonomi sebegai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi : Dicotyledonae
Kelas
: Euphorbiales
SUku
: Euphorbiaceae
Marga
: Havea
Jenis
: Havea brailiensis
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Karet
a. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone
antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat
sehingga memulai produksinya juga terlambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman
karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu optimal rata-rata 28° C. Dalam sehari
tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam
sesuai dengan jenis varietas karet yang di tanam.
b. Curah Hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara
2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150
HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
c. Ketinggi Tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada
dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600
m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet.
d. Angin
Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet.
Angin yang kencang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal
dari klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol,
podsolik merah kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun. Selain itu
angin menyebabkan kelembaban udara di sekitar tanaman menipis. Dengan keadaan
demikian akan memperlemah turgor tanaman. Tekanan turgor yang lemah berpengaruh
terhadap keluarnya lateks pada waktu sadap, walaupun tidak berpengaruh nyata,
tetapi angin akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang diperoleh (Setyamidjaja,2000).
e. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada
umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat
kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan
perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut
< 2 m. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai
pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman
karet pada umumnya antara lain :
·
Solum tanah sampai 100 cm, tidak
terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
·
Tekstur tanah remah, poreus dan
dapat menahan air
·
Struktur terdiri dari 35% liat dan
30% pasir
·
Kandungan hara NPK cukup dan tidak
kekurangan unsur hara mikro
·
Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5
·
Kemiringan tanah < 16% dan
· Permukaan
air tanah < 100 cm.
2.3
Budidaya Tanaman
a. Bahan Tanah
Syarat kebun sumber biji untuk batang bawah yaitu: Terdiri dari klon
monoklonal anjuran untuk sumber benih; Kemurnian klon minimal 95%. - Umur
tanaman 10-25 tahun.
b. Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan
yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup
banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pemilihan batang bawah
yang sesuai untuk batang atas pada tanaman karet sangat penting untuk
diperhatikan karena sering kali terjadi ketidaksesuaian antara klon batang
bawah dan batang atas. Akibatnya, kombinasi tersebut tidak mampu menampilkan
potensi produksi dan karakter unggul lainnya secara maksimal (Boerhendhy, 2011).
Dalam menunjang keberhasilan peningkatan
produktivitas perkebunan karet, khususnya untuk peremajaan dan perluasan
tanaman karet rakyat perlu diupayakan pengadaan klon unggul bibit karet
(Kasman,2009). Menurut
Setyamidjaja, N (2000) bibit karet unggul
dihasilkan dengan teknik okulasi antara batang atas dengan batang bawah yang
tumbuh dari biji-biji karet pilihan. Okulasi dilakukan untuk mendapatkan bibit
karet berkualitas tinggi. Batang atas dianjurkan berasal dari karet klon PB260,
IRR118, RRIC100 dan batang bawah dapat menggunakan bibit dari biji karet klon
PB20, GT1, dan RRIC100 yang diambil dari pohon berumur lebih dari 10 tahun
dengan morfologi dan fisiologis yang baik.
c. Pemeliharaan
Perawatan tanaman karet sebelum berproduksi terdiri atas :
penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan serta pemeliharaan
tanaman penutup tanah (Hamidah, 2008). Untuk membantu
meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis adalah dengan
meningkatkan produktivitas karet, penurunan biaya produksi, peningkatan mutu
dan penyajian promosi yang tepat, serta memperbaiki sistem sadap (Okoma, et al,
2011).
d. Program Pemupukan
Program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan
dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Seminggu sebelum
pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan.
Pemberian SP36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl.
e. Pemberantasan Penyakit
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet.
Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat
kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya
pengendaliannya. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan
karet.
f. Pemanenan/ Penyadapan
Karakterisasi lateks pekat dilakukan untuk
mengetahui kondisi lateks pekat, karena sebagai bahan alam, komposisi
hidrokarbon karet dan bahan-bahan lain dalam lateks pekat selalu mengalami
perubahan tergantung musim, cuaca, kondisi penyadapan, kondisi tanah, dan
tanaman. Lateks pekat yang dihasilkan dari pemusingan lateks kebun (Palupi,
dkk, 2008).
Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah
dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan
manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka
diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi
kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit
batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45
cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal
pertanaman sudah siap dipanen.
Lateks mengandung beragam jenis protein
karena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim yang
berperan dalam sintesis molekul karet. Sebagian protein hilang sewaktu pemekatan
lateks yaitu karena pengendapan yang terbuang dalam lateks skim. Protein yang
tersisa dalam lateks pekat kurang lebih adalah 1% terhadap berat lateks dan
terdistribusi pada permukaan karet (60%) dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam
serum lateks pekat tersebut (Alhasan, et al. 2010).
Penentuan
frekuensi penyadapan berkaiatan dengan panjang irisan dan intensitas penyadapan
dimana panjang irisan : ½ S dan frekuensi penyadapan 2 tahun pertama 3 hari
sekali, tahun selanjutnya 2 hari sekali. Panjang irisan dan frekuensi
penyadapan bebas. Waktu penyadapan sebaiknya dilakukan jam 5.00 – 7.30 pagi
(Siregar, T, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Alhasan,
et al. 2010. Combined Effect of Nitric Acid and Sodium Hydroxide Pretreatn
Enzymatic Saccharification of Rubber Wood (Heavea Brasiliensis). Chemical Technology 2 (1): 12-20.
Benny,
dkk. 2013. Uji
Dosis dan Cara Aplikasi Biofungisida Bacillus Sp. Terhadap Penyakit Jamur
Akar Putih (Rigidoporus Lignosus) pada Tanaman
Karet di Pembibitan. Agroekoteknologi 1 (2)
: 58-66.
Boerhendhy, I., dan
Amypalupy, K. 2011. Optimalisasi Produktivitas Karet melalui Penggunaan Bahan
Tanam, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi, dan Peremajaan Tanaman. Litbang Pertanian 30 (1) : 23-30.
Ekpete,
et all. 2011. Fixed Bed Adsorption of Chlorophenol on to
Fluted Pumpkin and Commercial Activated Carbon. Basic and Applied Sciences 5 (11): 1149-1155.
Hamidah. 2008.
Pengaruh Pengendalian Gulma dan Pemberian Pupuk NPK Phonska
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) Klon Pb 260.
Pengaruh Pengendalian Gulma tanaman Karet 1 (2): 1-10.
Kasman. 2009. Pengembangan Perkebunan Karet dalam Usaha Peningkatan Ekonomi Daerah dan Pendapatan Petani di Provinsi
Aceh. Ekonomi Pembangunan 10 (2) :
250-266.
Nasaruddin dan Maulana, D. 2009. Produksi Tanaman Karet pada Pemberian Stimulan
Etephon. Agrisistem 5 (2) : 89-101.
Okoma, et all. 2011.
Seasonal Variation of Tapping Panel Dryness Expression in Rubber Tree Hevea brasiliensis muell. arg.
in Cote D’ivoire. Agriculture and Biology 2 (3) : 559 – 569.
Palupi, dkk.
2008. Karakterisasi Perekat Siklo Karet
Alam. Teknologi Pertanian 4 (1) :
19-24.
Setyamidjaja,
N. 2000. Seri Budi Daya Karet.
Yogyakarta : Kanisius.
Siregar, T.
2002. Teknik Penyadapan Karet.
Yogyakarta : Kanisius.
2 komentar:
kebetulan lagi cari info ini makasih kak
alquran
Posting Komentar