Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Featured Posts

Sabtu, 16 Januari 2016

PENGARUH PERLAKUAN PRIMING PADA BENIH YANG TELAH MENGALAMI KEMUNDURAN

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam tanaman yang tersebar luas diseluruh penjuru kota dan memiliki berakena ragam jenis tanaman mulai dari tanaman pangan, hortikultura, hias dan obat-obatan, sehingga penting dan perlunya untuk dilestarikan. Pelestarian dapat dilakukan degan penggunaan benih yang bermutu dan tersertifikasi dan pemanfaatan teknologi dalam menghasilkan benih baru yang berkulalitas dan bermutu,  Benih yaitu symbol dari suatu permulaan. Di Dalam benih tersimpan sumber kehidupan Yang misterius sebuah tanaman mini. Benih Merupakan inti dari kehidupan di alam karena Kegunaannya sebagai penerus dari generasi tanaman 
Benih merupakan kebutuhan dalam dunia pertanian tanpa adanya benih pertanian tidak akan berjalan dengan baik. Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode untukmemperbaiki serta mempertahankan sifatsifat genetik dan fisik benih. Ini meliputi kegiatan pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan varietas, produksi benih, pengelolaan benih, penyimpanan benih, pengujian benih serta sertifikasi benih. Benih dibutuhkan untuk menghasilkan tanaman yang baik dengan produksi yang tinggi. Untuk itu diperlukan benih yang bermutu tinggi. Benih yang bermutu dapat dilihat dari benih yang utuh, bersih, vigornya tinggi dan tidak terserang hama dan penyakit. Benih yang bermutu dapat dihasilkan dengan cara melakukan pengujian. Pengujian berguna untuk mengetahui tingkat viabilitas pada benih. Kepastian mutu suatu kelompok benih yang diedarkan dan digunakan untuk penanaman sangat diperlukan untuk menjamin baik pengguna, pengedar, maupun pengada.
            Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.
Salah satu cara untuk mengatasi kemunduran benih adalah priming. Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab (disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas yang juga efektif untuk kondisi tercekam.

1.2    Tujuan
                  Mengetahui pengaruh beberapa perlakuan priming terhadap viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran dengan cara pengusangan.


















BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Benih
Benih merupakan input yang penting dalam proses produksi tanaman. Kualitas benih sangat berpengaruh terhadap penampilan dan hasil tanaman. Benih merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan usaha tani sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar dapat tersedia dengan baik dan terjangkau oleh petani. Selanjutnya pengertian benih dijelaskan oleh Pitojo (2003), benih merupakan biji yang digunakan untuk perbanyakan tanaman. Benih yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman harus memiliki fisik yang baik yakni biji yang utuh memiliki lembaga, endosperm, cadangan makanan, dan kulit biji.  Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi (Lesilolo,2012).
Kadar air benih karena keadaan yang higroskopisitu tergantung pada kelembaban relatif dan suhu udara lingkungansekitarnya (Aak, 1983). Hal ini sejalan dengan Rinaldi (2009), bahwa benih bersifat higroskopis dan kadar airnya selalu berkeseimbangan dengan kelembaban nisbi di sekitarnya. Sebelum benih diedarkan ke masyarakat diperlukan analisis benih dengan membawa benih ke laboratorium untuk mengetahui kekeuatan benih dan daya kecambah benih sehingga benih dapat diedarkan dan dimanfaatkan oleh petani. Apabila benih tidak ditunjang dengan kemurnian dan mutu yang tinggi maka gagal panen dapat dimungkingkan akan terjadi. Sehingga penggunaan benih diharapkan dari benih yang tersertifikasi.
Kualitas benih sangatlah penting dan harus diperhatikan karena hal ini akan berkaitan dengan kemurnian benih. Penanaman benih hibrida yang berkualitas genetik yang tidak benar akan penurunan produktivitas. Menurut Hipi (2013), bahwa menanam benih hibrida yang berkualitas genetik yang tidak benar akan penurunan produktivitas.  Penentuan kualitas benih dan kelangsungan hidup menunjukkan apa yang banyak benih dapat ditempatkan ke pasar, dan untuk alasan bahwa sangat penting untuk memiliki metode yang handal dan tes untuk menjadi digunakan untuk kualitas benih dan bibit pengujian vigor (Milosevic, 2010).

2.2 Mutu Benih
Benih yang bermutu ditentukan oleh kondisi benih dan asal benih. Asal benih berhubungan dengan faktor genetik dan karakteristik tempat tumbuh populasi benih (Nugroho, 2011). Menurut Milich (2012), menyatakan bahwa viabilitas benih juga dipengaruhi oleh adanya temperature yang sesuai sehingga benih mampu berkecambah dengan baik. Menurut Ali (2011), menyatakan bahwa benih dorman merupakan properti benih bawaan yang mendefinisikan kondisi lingkungan di mana benih sebenarnya mampu berkecambah, namun karena beberapa penyebab penghambat benih tidak dapat berkecambah akibat masa dormansi benih tersebut.
Mutu benih diuji untuk mengetahui daya kecambah benih yang akan dijual sehingga dapat diketahui masa simpan yang baik untuk benih.  Andriani (2013), menyatakan bahw mutu benih mencakup empat hal yaitu mutu fisik, fisiologis, genetis, dan patologis. Mutu fisik dan fisiologis benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih. Benih mencapai masak fisiologis pada saat benih (embrio) mencapai berat kering maksimum dan saat disemai menunjukkan vigor dan viabilitas yang tinggi. Hartawan (2012), juga menyebutkan bahwa penurunan daya hidup yang cepat serta umur simpan yang pendek dari benih menimbulkan kesulitan jika benih harus diangkut ke tempat yang jauh dan memerlukan banyak waktu.
Untuk itu diperlukan teknik khusus agar semua faktor yang mempengaruhi daya hidup dan umur simpan diatus sedemikian rupa sehingga didapatkan keadaan yang optimum untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih dalam penyimpanan. Perlakuan benih akan efektif apabila diketahui dengan tepat faktor utama  yang mempengaruhinya dalam penyimpanan. Sejalan dengan masa penyimpanan terjadi penurunan kualitas benih yang didindikatorkan dengan perubahan fisik, fisiokimia, biokimia, dan fisiologis. Milich (2012), menyatakan bahwa viabilitas benih juga dipengaruhi oleh adanya temperature yang sesuai sehingga benih mampu berkecambah dengan baik.

2.3 Kemunduran Benih
Kemunduran benih ini bersifat irreversible yakni tidak dapat kembali pada keadaan yang semula. Kemunduran benih merupakan proses mundurnya mutu fisiologis benih yang menimbulkan perubahan yang menyeluruh dalam benih baik secara fisik, fisiologis maupun biokimia yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih. Benih yang telah mengalami kemunduran dapat ditingkatkan perkecambahannya salah satunya dengan menggunakan perlakuan benih sebelum tanam yang disebut dengan osmoconditioning (Putih, 2009).  Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan makin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati.
Komponen benih bermutu yakni daya kecambah, kecepatan kecambah, kadar air, lama penyimpanan serta kemurnian benih. Kadar air benih akan mempengaruhi daya kecambah benih sebab kemunduran daya kecambah disebabkan oleh lamanya periode penyimpanan yang menimbulkan kadar air tinggi sehingga viabilitasnya rendah. Kadar air yang terkandung didalam benih akan mempengaruhi viabilitas benih tersebut untuk dapat berkecambah secara optimal sehingga dalam hal ini kadar air benih juga memerlukan perhatian khusus dan di jaga dalam keadaan optimal, agar benih dapat bertahan lama pada saat masa penyimpanannya.
Pengukuran kadar air benih dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar kadar air dalam benih sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat. apabila kadar air terlalu tinggi hal tersebut akan dapat menyebabkan benih rentan terserangnya penyakit akibat bakteri ataupun jamur, sebaliknya apabila kadar air benih terlalu rendah sehingga dapat menghambat perkecambahan benih karena benih dalam berkecambah salah satu hal yang dibutuhkan yakni kadar air yang cukup.
Dalam penyimpanan benih, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah tempat penyimpanannya, karena tempat penyimpanan akan mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan. Tempat penyimpanan yang baik dapat menekan proses respirasi benih serta dapat melindungi benih dari serangan hama dan penyakit, sehingga mutu benih dapat di-pertahankan (Rinaldi, 2009). Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati.

2.4  Proses Priming pada Kemunduran Benih
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam penanganan benih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik invigorasi. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran mutu (Pitojo, 2004).Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Pengaruh yang sangat nyata menunjukkan bahwa invigorasi mampu untuk meningkatkan performansi benih yang telah menurun performansinya. . Perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan.
Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab (disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas yang juga efektif untuk kondisi tercekam. Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan. Selama priming, keragaman dalam tingkat penyerapan awal dapat diatasi. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan priming, antara lain: jenis benih baik umur maupun spesiesnya.

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Pada praktikum Teknologi Benih dengan judul Pengaruh Perlakuan Priming pada Benih yang Telah Mengalami Kemunduran” dilakukan pada hari Selasa, tanggal 15 April 2014, pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.        Benih jagung
2.        Benih kedelai
3.        Urin kambing

3.2.2 Alat
1.        Substrat kertas merang
2.        Alat pengecambah benih
3.        Pinset

3.3 Cara Kerja
1.        Menyiapkan benih kedelai atau jagung
2.        Mengusangkan benih dalam incubator pada suhu 40-420 C selama 7-14 hari yang disebut dengan RAM ,
3.        Menyiapkan urin kambing yang telah disimpan selama 1 minggu. Membuat larutan urin kambing dengan konsentrasi 300 ppm. Menurut Prawoto dan Suprijadi (1992), urin kambing mmengandung GA 938 PPM dan Auxin 356 ppm. Urin kambing dapat digantikan dengan larutan GA3 dan NAA masing – masing konsentrasi 100 ppm dan 50 ppm
4.        Melakukan perlakuan priming pada benih yang tanpa dan telah diusangkan dengan cara :
a.       Benih tanpa perlakuan priming (control)
b.      Merendam benih dalam air selama 3 jam
c.       Merendam benih dalam larutan urin kambing selama 2 jam, jika menggunakan GA3 dan NAA direndam selama 3 jam.
5.        Mencuci benih dengan air dan mengeringanginkan sampai kesap kecuali kontrol
6.        Menanam benih masing – masing sebanyak 25 butir dalamsubstrat kertas merang dengan metode UKDdp yang telah dibasahi air
7.        Meletakkan substrat tersebut dengan cara mendirikan dalam alat pengecambah dan menjaga agar substrat tidak kering.






















DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius: Yogyakarta.

Ali, H. H., et all. 2011. Methods to Break Seed Dormancy of Rhynchosia Capitata, a Summer Annual Weed. Agricultural Research, 71(3): 483-487.

Andriani, A., dkk. 2013. Studi Poliembrioni dan Penentuan Tingkat Kemasakan Fisiologis Benih Japansche Citroen Berdasarkan Warna Kulit Buah. Hort, 23(3): 195-202.

Hipi, A., et all. 2013. Seed Genetic Purity Assessment of Maize Hybrid Using Microsatellite Markers (SSR). Applied Science and Technology, 3(5): 66-71.

Lesilolo,M,K.,dkk.2012. Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan Terhadap Kualitas Benih Jagung (Zea Mays L.) Pada Penyimpanan Ruang Terbuka. Agrologia,1(1) :51-59

Milich, K. L., Et All. 2012. Seed Viability And Fire-Related Temperature Treatmentsin Serotinouscalifornia Native Hesperocyparis Species. Fire Ecology, 8(2): 107-124.

Nugroho, A. W., dkk. 2010. Pengaruh Naungan dan Asal Benih Terhadap Daya Hidup dan Pertumbuhan Ulin (Eusideroxylon Zwagery T. Et B.). Penelitian Hutan Tanaman, 8(5): 279-286.

Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Kanisius: Yogyakarta.

Pitojo, S. 2004. Benih Buncis. Kanisius: Yogyakarta

Putih, R., A. Anwar., dan Y. Marleni. 2009. Pengaruh Osmoconditioning dengan Peg (Polyethylene Glycol) Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Padi Lokal Ladang Merah. Jerami 2(2): 242-248.


Rinaldi. 2009. Pengaruh Metoda Penyimpanan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai. Agronomi, 8(2): 95-98.

Selasa, 21 Januari 2014

pembibitan kelapa sawit

BAB.1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting penghasil minyak  masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel) dan berbagai jenis  turunannya seperti minyak alkohol, margarin, lilin, sabun, industri kosmetika,  industri baja, kawat, radio, kulit, dan industri farmasi. Sisa pengolahannya dapat dimanfaatkan menjadi kompos dan campuran pakan ternak
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid alami yang paling besar.  Kadar karotenoid dalam minyak sawit yang belum dimurnikan berkisar antara  500-700 ppm dan lebih dari 80%-nya adalah α dan β karoten. Dilihat dari kadar  aktivitas provitamin A, kadar karotenoid minyak sawit mempunyai aktivitas 10 kali lebih besar dibanding wortel dan 300 kali lebih besar dibanding tomat
   Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun 1969. Pada saat itu luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 hektar dengan total produksi minyak sawit mentah(CPO dan KPO) 189 .000 ton per tahun.pada tahun 1988 luas areal perkebunan kelapa sawit bertambah menjadi 862.859 hektar dengan produksi CPO sebanyak 1.713.000 ton,pada tahun 1995 luas nya mencapai 2.025 juta hektar,terdiri dari 656 ribu hektar perkebunan rakyat (33%),404 ribu hektar perkebunan negara/PTPN(20%),dan 962 ribu hektar perkebunan besar swasta Nasional(47%),dengan total produksi minyak kelapa sawit 4.480.000 ton.angka ini di perkirakan akan terus meningkat seiring semakin banyak nya investor yang menanamkan modal secara besar-besaran pada perkebunan kelapa sawit di Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan,dan kawasan tengah maupun Timur Indonesia.
Kebutuhan akan ketersediaan bibit kelapa sawit berkualitas dengan  kuantitas yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan  penduduk dunia akan minyak sawit. Perawatan bibit yang baik di pembibitan awal  dan pembibitan utama melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan salah satu upaya untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa  sawit

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pemeliharaan pembibitan main nursery pada kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui teknik pemindahan kelapa sawit dari main nursery ke lapang.
















BAB.2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
           Sejak pertengahan 2000, kelapa sawit telah menyusul kacang kedelai menjadi tanaman minyak yang paling penting di dunia.  Produksi minyak sawit terutama didukung oleh penanaman intensif selama dua dekade terakhir di Malaysia dan Indonesia yang sejauh dua utama produsen minyak sawit (Frank,2013).  Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Masa umur ekonomis kelapa sawit yang cukup lama sejak mulai tanaman mulai menghasilkan, yaitu sekitar 25 tahun menjadikan jangka waktu perolehan manfaat dari investasi di sektor ini menjadi salah satu pertimbangan yang ikut menentukan bagi kalangan dunia (Krisnohardi,2011).
bahan tanam utama biasanya pada kelapa sawit adalah Tenera, ia memiliki banyak varietas. Hal ini bisa terjadi karena Pisifera dan dura. Jenis mungkin asal yang berbeda, genetik dan kriteria seleksi. Itu berbagai jenis dura dan Pisifera dapat mempengaruhi varietas Tenera selama proses hibrida (Hazir,2011). Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya

2.2 Syarat Tumbuh
            Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Minyak sawit ditanam sebagai industri tanaman perkebunan, sering (terutama di Indonesia) pada hutan hujan baru dibersihkan atau hutan rawa gambut bukan pada lahan yang sudah terdegradasi atau bekas lahan pertanian (Mukherjee,2009).

2.3 Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan bertujuan untuk mempersiapkan bibit saiap tanam. Pembibitan harus sudah dipersiapkan sekitar 1 tahun sebelum penanaman di lapangan agara bibit yang di tanam memenuhi syarat baik umur maupun ukurannya (Setyamidjaja,2006). Pemilihan bibit sangat penting. Perusahaan harus memilih bibit unggul agar produktivitas dan kualitas tanaman kelapa sawit tinggi (Pardamean,2008). Pembibitan tanaman kelapa sawit dilakukan dengan sistem dua tahap yaitu pembibitan awal (Prenursery) dan pembibitan utama (Main nursery) (Sastrosayono, 2010).
·         Pembibitan Awal (Pre nursery)
      Persiapan pembibitan akan menentukan sistem pembibitan yang aka dipakai dengan melihat keuntungan dan kerugian komprehensif (Pahan, 2008).  Membuat  naungan dengan tinggi + 1,8 – 2 m. Setelah itu bedengan dibuat dengan ukuran panjang 10 m dan lebar 1,2 m, sedangkan jarak antar bedengan adalah 0,5 m. Dalam 1 bedengan bisa memuat polybag sebanyak 1200 polybag. Kemudian, polybag kecil yang berukuran 15 x 20 cm dengan tebal 0,07 mm disiapkan. Lalu media tanah disiapkan dengan pupuk yang digunakan.
 Pengisian tanah dilakukan 1 bulan sebelum kecambah ditanam. Semua polybag yang sudah diisi kemudian disusun ke dalam bedengan. Kemudian benih ditanam satu persatu ke dalam polybag dengan sebelumnya benih di seleksi dan polybag disiram terlebih dahulu. Benih ditanam dengan posisi radikula pada bagian bawah dan plumula pada bagian atas. Lahan pre nursery ini harus dipelihara selama 3 bulan agar bibit menjadi sehat dan subur. Setelah ditanam, polybag diberi mulsa tangkos (sabut buah kelapa sawit) dengan tujuan agar air siraman atau air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah dalam polybag serta untuk menjaga kelembapan tanah (Kasno,2011). Pemeliharaan pada tahap ini adalah penyiraman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit.
1. Perlakuan Penyiraman dan Penyiangan
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari dengan volume siraman 150 cc/polybag. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Namun, apabila turun hujan pada hari itu juga dan curah hujan mencapai diatas 8 mm, maka keesokan harinya tidak dilakukan penyiraman selama 1 hari penuh dan apabila curah hujannya hanya mencapai 4 mm maka penyiraman dilakukan sekali saja pada pagi hari atau sore hari. Peranan air pada tanaman sebagai pelarut berbagai senyawa molekul organik (unsur hara) dari dalam tanah kedalam tanaman, transportasi fotosintat dari sumber (source) ke limbung (sink), menjaga turgiditas sel diantaranya dalam pembesaran sel dan membukanya stomata, sebagai penyusun utama dari protoplasma serta pengatur suhu bagi tanaman (Maryani, 2012).
Penyiangan yaitu membersihkan gulma – gulma yang ada di dalam polybag dan diluar polybag dengan cara manual, yaitu dengan rotasi kerja 2 kali dalam 1 bulan.
2. Perlakuan Pemupukan
Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah, Semakin besar respon tanaman, semakin banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi (Arsyad,2012). Penggunaan pupuk anorganik di pembibitan sangat dianjurkan pada pembibitan tanaman tahunan seperti kelapa sawit, dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu bibit kelapa sawit (Jannah, 2012). Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupuk N dalam bentuk cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter air untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan melalui daun dengan cara disemprot pada bibit berumur lebih dari satu bulan atau telah memiliki tiga helai daun.
Frekuensi pemupukan dilakukan seminggu sekali. Pemberian pupuk pada tanaman kelapa sawit pasca genangan sangat diperlukan, mengingat berkurangnya ketersediaan unsur hara akibat genangan tersebut. Pemberian pupuk biasanya dirancang untuk mengoptimumkan efisiensi penggunaan pupuk (Dewi, 2009).
3. Perlakuan Proteksi dan Seleksi
Serangan hama dan penyakit selama di prenursery  biasanya belum ada. Jika ada, dapat diberantas dengan diambil  menggunakan tangan (hand picking). Serangan penyakit yang berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida dengan dosis sesuai yang dianjurkan.  Penyakit saat ini yang paling lazim dan menghancurkan penyakit dalam budidaya kelapa sawit (Azahar, 2010).   Kemudian seleksi atau thinning out (TO) bibit disini adalah membuang bibit yang mati atau tidak normal atau juga terserang hama dan penyakit sehingga tidak menular ke bibit yang lain. Sekaligus dilakukan sebelum transplanting bibit main nursery.
4. Pengangkutan Bibit
Pengangkutan atau pengiriman bibit dari dari prenursery ke main nursery dengan memasukkan babybag ke dalam peti kayu berukuran 66,5 x 42 x 27,5 cm. Setiap peti kayu dapat memuat 35 bibit. Pengangkutan harus berhati-hati dan bibit harus segera ditanam dimain nursery.
·         Pembibitan Main Nursery
Pemilihan lokasi main nursery merupakan faktor yang sangat penting. Lokasi yang tepat akan memudahkan pekerjaan di pembibitan dalam menghasilkan bibit yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Kriteria lokasi pembibitan main nursey  yaitu letak pre nursery dekat dengan main nursery, areal harus rata, dekat dengan sumber air dan bebas dari hama penyakit.
Setelah lokasi pembibitan diperoleh, maka bahan – bahan untuk media tanam harus disiapkan, yaitu penyiapan tanah yang berasal dari lapisan top soil. Kemudian tanah diayak menggunakan ayakan dari kawat agar tanah bersih dari kotoran seperti batu atau bekas akar. Lalu tanah dicampur dengan pupuk RP sebanyak 5 kg/ton tanah.
Kemudian polybag berukuran 45 x 50 cm dan tebal 0,2 mm disediakan dan dilubangi sebanyak 60 – 80 lubang. Polybag lalu diisi tanah tadi hingga setengah polybag, dipadatkan dan setelah itu diisi hingga penuh dan sisakan + 2 cm dari bibir polybag. Setelah itu, areal sebelumnya harus telah dipancang menggunakan jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau segitiga sama sisi. Jarak antar barisan 0.867 x 90 cm = 77,9 cm (78 cm) atau menyesuaikan dengan luas areal. Pancang lurus ke semua arah, bertujuan untuk keseimbangan pertumbuhan dan kemudahan pemeliharaan. Tiap petak disusun 5 baris polybag dan per barisnya 40 atau 50 bibit. Antara 2 petak dipisah dengan membuang barisan ke 6 dan kelipatannya.
Pemindahan bibit dari pre nursery ke main nursery dilakukan saat bibit berumur antara bulan yaitu pada saat bibit berdaun 2 – 3 helai. Bibit yang dipindah lebih dahulu diseleksi. Pengangkutan bibit menggunakan kotak papan yang memuat 30 – 35 polybag. Sehari sebelum dipindahkan (transplanting) ke polybag besar, bibit daripre nursey harus disiram terlebih dahulu. Pembibitan di main nursery ini juga membutuhkan pemeliharaan yang meliputi sebagai berikut.
1. Perlakuan Penyiraman dan Penyiangan
            Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara menusukkan sepotong kayu. Penyiangan lahan pembibitan(diluar polibag) dilaksanakan secaraclean weeding, yakni menggunakan garuk. Rotasi penyiangan 20-30 hari, tergantung dari pertumbuhan gulma.
2. Perlakuan Pemupukan
Biaya pupuk dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara intensif sekitar 50-70% dari biaya pemeliharaan dan 25% dari seluruh biaya produksi (Kasno,2011). Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Dimain nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg). 
3. Pemberian Mulsa
              Pemberian mulsa adalah pemberian penutup tanah pada polybag. Pemberian mulsa ini brfungsi untuk mengurangi penguapan, menekan pertumbuhan gulma dan mencegah terkikisnya tanah pada polybag akibat percikan air saat penyiraman ataupun air hujan. Mulsa berupa tandan kosong sawit dan setiap polybag membutuhkan 500 gr mulsa yang diletakkan di sekeliling permukaan polybag.
4. Pengendalian Hama dan Penyakit
            Hama yang sering menyerang di pembibitan main nursery adalah hama ulat, seperti ulat kantong. Pengendalian menggunakan Sevin 85 ES dengan konsentrasi 2 gr/liter air. Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bercak daun dan dikendalikan dengan menggunakan Dithane M 45 dengan konsentrasi 1 gr/liter air dengan rotasi 2 kali sebulan.
5. Perlakuan Seleksi
Seleksi atau Thinning Out (TO) dilakukan berdasarkan ukuran pertumbuhan dan kondisi tanamannya. Pada kegiatan seleksi bibit, ciri-ciri bibit yang jelek adalah bibit kerdil, daun bergulung, anak daun rapat dan pendek karena teserang hama atau penyakit. Bibit seperti inilah yang harus di buang
6. Pengangkutan Bibit

Pengangkutan bibit harus dapat menjamin bibit tidak rusak dan tidak layu karena terkena panas atau angin kencang. Proses pengangkutan bibit dari lokasi pembibitan main nursery ke lokasi penanaman dapat berjalan efisien melalui pembagian tugas. Pekerjaan berikut ini seharusnya dibebankan kepada tenaga kerja yang terpisah.